Rabu 09 Jul 2025 07:48 WIB

Tarif Trump Berlaku Agustus, Pelaku Industri Halal Nilai Dampaknya Terbatas

Indonesia justru menjadi pengimpor halal terbesar keempat di dunia.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/4/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang akan menerapkan tarif 32 persen atas seluruh produk asal Indonesia mulai 1 Agustus 2025 memicu kekhawatiran luas terhadap daya saing ekspor nasional. Namun, pelaku industri halal menilai dampaknya relatif terbatas. Ini karena pasar utama produk halal Indonesia bukanlah Amerika Serikat.

Tokoh ekonomi syariah dan Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center Sapta Nirwandar menyebut ekspor halal Indonesia lebih terfokus ke negara-negara OKI dan kawasan Eropa. “Saya kira, perubahan global saat ini tidak terlalu berdampak besar terhadap pasar halal kita. Ekspor kita ke Amerika Serikat itu kecil sekali,” kata Sapta di Gedung Bappenas Jakarta, Selasa (8/7/2025).

Baca Juga

Ia menilai, tantangan terbesar ekspor halal bukan dari kebijakan tarif semata, tetapi pada hambatan struktural lain seperti logistik dan efisiensi rantai pasok. “Soal hambatan ekspor, itu bukan pada produk halalnya, tetapi lebih pada tarif dan proses logistik,” ujarnya.

Berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/25, Indonesia masih menempati posisi 10 besar eksportir produk halal dunia, namun belum masuk lima besar karena masih kalah dari negara-negara non-Muslim seperti China, India, Rusia, dan Brasil. Sementara itu, Indonesia justru menjadi pengimpor halal terbesar keempat di dunia, mencerminkan masih lebarnya defisit perdagangan halal.

Sapta menyarankan agar strategi ekspor disesuaikan dengan karakteristik pasar dan tidak hanya berfokus pada Amerika. “Strateginya harus disesuaikan dengan karakter pasar masing-masing,” ucapnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Saleh Husin menyebut tarif 32 persen dari AS ini dapat menghantam sektor industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, elektronik, dan perikanan. Ia menyebut potensi PHK massal dapat terjadi jika ekspor turun signifikan. 

“Hal ini tentunya akan mengurangi laba yang diperoleh industri dalam negeri, yang dalam jangka panjang bisa menyebabkan terjadinya PHK,” kata Saleh.

Ia mendorong pemerintah memberikan insentif langsung kepada pelaku usaha terdampak dan segera menjajaki pasar-pasar alternatif di luar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement