REPUBLIKA.CO.ID, Guardian Indonesia berhasil menjadi peritel kesehatan dan kecantikan pertama di Tanah Air yang meraih sertifikasi halal. Pencapaian ini dianggap sebagai langkah strategis untuk membangun kepercayaan konsumen di tengah meningkatnya kesadaran terhadap produk halal.
Berdasarkan State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2024/2025, Indonesia menempati peringkat kedua dalam pengembangan industri farmasi dan kosmetik halal. Dalam laporan itu, pasar industri farmasi dan kosmetik halal juga diperkirakan akan menembus nilai masing-masing sebesar 149 miliar dolar AS atau setara Rp2.480 triliun (kurs Rp16.650 per dolar AS) dan 118 miliar dolar AS atau setara Rp1.964 triliun.
Dalam wawancara khusus bersama Republika, Managing Director Guardian Indonesia Anna Hull menyoroti pesatnya pertumbuhan pasar halal, didorong tren global gaya hidup sehat dan meningkatnya literasi konsumen, terutama generasi muda. Hull juga menyebutkan keunikan produsen di Indonesia yang justru diramaikan oleh brand lokal. Perusahaan melihat Indonesia sebagai negara dengan ekosistem halal yang sangat atraktif di kawasan, sekaligus pasar yang mendorong brand internasional mengejar sertifikasi halal. Berikut petikan wawancaranya:
Guardian menjadi peritel kesehatan dan kecantikan pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikasi halal. Apa makna pencapaian ini bagi perusahaan dan pelanggan?
Perjalanan ini sudah kami mulai hampir satu setengah tahun lalu. Sertifikasi kami terbit Oktober tahun lalu, dua tahun lebih cepat sebelum regulasi 2026 diberlakukan. Bagi kami, ini langkah penting untuk berada di garis depan sertifikasi halal, terutama di industri kesehatan dan kecantikan yang langsung bersentuhan dengan tubuh konsumen.
Kami ingin memastikan pelanggan merasa aman dan percaya diri. Karena itu, seluruh proses, mulai dari barang masuk, penyimpanan, penataan rak, hingga pemisahan produk tester halal dan nonhalal dibuat sangat rinci agar sesuai ketentuan halal. Kami bangga karena tim berhasil memenuhi standar sertifikasi dari hulu sampai hilir.
Apakah seluruh produk di Guardian wajib bersertifikat halal? Bagaimana pengaturannya di toko?
Produk yang sudah bersertifikat halal ditata secara terpisah dan tersedia tester untuk dicoba pelanggan. Sementara produk yang belum tersertifikasi dipisahkan dan tidak disediakan tester untuk menghindari risiko kontaminasi silang.
Saat ini sekitar 80 persen produk kami sudah halal. Sebagian besar yang belum bersertifikat berasal dari brand internasional. Sisi positifnya, Indonesia memiliki banyak brand lokal yang kuat dan digerakkan anak muda, termasuk generasi Z. Mereka memahami kebutuhan pasar sehingga sebagian besar penjualan kami justru berasal dari brand lokal yang sudah halal dari awal.
Dari sisi bisnis, apakah sertifikasi halal menjadi beban bagi Guardian?
Tidak sama sekali. Sertifikasi halal adalah sesuatu yang memang harus dilakukan, mengingat Indonesia mayoritas Muslim. Perusahaan pun perlu memenuhi kebutuhan pelanggan.
Ini (sertifikat halal) bukan beban, melainkan bagian dari cara kami beroperasi. Mulai dari barang masuk hingga dipajang di rak, semuanya harus memenuhi standar halal. Halal bukan tren sesaat. Halal adalah kebutuhan yang tetap dan akan terus ada.
Bagaimana Anda melihat pertumbuhan pasar halal di sektor kesehatan dan kecantikan?
Pasar ini akan terus berkembang. Selain itu, tren global seperti wellness dan gaya hidup sehat membuat masyarakat ingin hidup lebih panjang, lebih sehat, dan lebih sadar menjaga tubuh.
Karena itu, saat kami memperluas bisnis, halal harus berada di garis depan. Setiap brand yang masuk perlu dipastikan efektif, berkualitas, dan memenuhi persyaratan halal ke depan.
Jika dibandingkan negara-negara di kawasan, bagaimana posisi Indonesia dalam industri halal?
Setelah 18 bulan berada di Indonesia, saya melihat gerakan halal di sini jauh lebih kuat dibanding negara mana pun yang saya temui di kawasan. Upaya regulasi, edukasi, dan penegakannya sangat maju.
Ini sesuatu yang patut dibanggakan, baik sebagai negara maupun pelaku bisnis. Dari makanan hingga kesehatan dan kecantikan, seluruh sektor bergerak seiring untuk memperkuat ekosistem halal.
Dari sisi supply chain, apa tantangan terbesar untuk memastikan produk halal?
Tantangannya justru tidak terlalu besar selama prosesnya benar. Kami wajib memisahkan barang sejak diterima, disimpan, hingga dikirimkan. Semua ruang penyimpanan harus terpisah.
Kami bahkan baru memenangkan penghargaan di bidang supply chain yang dinilai melalui audit eksternal end-to-end. Langkah ini memberi rasa aman bagi pelanggan bahwa produk yang mereka beli tidak tercampur dengan barang nonhalal.
Produk halal global di bidang kecantikan dan kesehatan masih terbatas. Bagaimana Guardian menyikapi hal ini?
Memang masih jarang, tetapi situasinya berubah cepat. Saya baru berdiskusi dengan salah satu brand internasional besar yang kini serius mengejar sertifikasi halal karena memahami pentingnya regulasi ini ke depan.
Halal kini menjadi gerakan global. Intinya kembali pada kandungan produk, apa yang kita oleskan ke kulit dan konsumsi ke tubuh. Dalam 12 bulan ke depan, saya melihat jumlah brand internasional yang mengejar kepatuhan halal akan meningkat pesat.
Persaingan ritel kesehatan dan kecantikan sangat ketat, baik offline maupun e-commerce. Apa strategi Guardian?
Perubahan perilaku pelanggan mendorong kami memperkuat strategi omnichannel. Gen Z sangat haus informasi dan edukasi, jauh berbeda dari generasi sebelumnya.
Karena itu, kami mengembangkan aplikasi Guardian yang tidak hanya menyediakan produk, tetapi juga fitur edukasi seperti skin analyser, health test, dan informasi kandungan. Kami ingin menjadi pusat informasi yang membantu pelanggan membuat keputusan yang tepat, bukan sekadar tempat belanja.
Bagaimana komposisi penjualan online dibanding offline?
Keduanya tumbuh kuat, tetapi offline masih mendominasi. Meski begitu, pertumbuhan tercepat datang dari online yang naik tiga digit.
Ada pola menarik yakni pelanggan sering mencari informasi secara online tetapi tetap membeli di toko karena ingin mencoba produk, terutama skincare atau kosmetik. Kami memiliki lebih dari 280 toko dengan apoteker yang bisa memberi edukasi, sehingga kedua kanal berjalan saling melengkapi.
Apakah informasi halal juga akan tersedia di platform online?
Ya, sedang kami siapkan. Kami ingin berperan aktif memberikan edukasi halal melalui platform digital. Ke depan, pelanggan bisa melihat informasi halal produk secara lebih jelas di aplikasi dan situs kami.
Berapa jumlah toko Guardian saat ini? Apakah ekspansi masih berjalan?
Saat ini kami memiliki hampir 360 toko dan terus berkembang. Kami juga sudah membuka toko pertama di Papua dan akan menambahnya.
Kami hadir di berbagai kota seperti Kupang dan wilayah timur lain yang punya akses lebih terbatas terhadap produk kesehatan dan kecantikan. Karena itu, keberadaan toko fisik tetap penting, berdampingan dengan layanan online.
Pertanyaan apa yang paling sering ditanyakan pelanggan terkait halal?
Yang paling sering adalah, “Apakah ini halal? Bagaimana saya tahu?”. Banyak pelanggan, terutama Gen Z, sangat teliti membaca bahan dan memindai informasi lewat ponsel.
Karena itu, kami ingin memastikan informasi halal tersedia jelas agar pelanggan tidak ragu. Kami juga melatih tim toko agar bisa menjawab pertanyaan seputar halal dengan tepat.
Dalam 3–5 tahun ke depan, apa ambisi Guardian Indonesia untuk ekosistem kesehatan dan kecantikan?
Kami ingin menjadi pusat edukasi dan pengetahuan bagi pelanggan. Tujuannya agar masyarakat merasa aman, nyaman, dan memahami produk yang mereka pilih. Halal adalah kebutuhan sehari-hari. Karena itu, kami ingin memperluas jangkauan produk halal dan membangun platform edukasi, baik online maupun offline. Ini menjadi pilar utama dalam rencana strategis lima tahun perusahaan.
Apakah ada pergeseran pola konsumsi keluarga Muslim, termasuk imbas kampanye boikot dan meningkatnya brand lokal halal?
Dalam 12 bulan terakhir, pertumbuhan brand halal sangat besar, terutama di kecantikan. Ini didorong oleh meningkatnya edukasi dan kesadaran masyarakat.
Kami juga melihat banyak brand lokal baru bermunculan dan mendominasi, bahkan lebih cepat dibanding masuknya brand internasional. Brand-brand lokal ini sangat memahami pasar dan mayoritas sudah halal. Di sisi lain, brand internasional mulai mengikuti arah pasar, karena cepat atau lambat mereka harus menyesuaikan diri.