REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior INDEF, Abdul Hakam Naja, menilai Indonesia layak menjadi pusat halal dunia pada 2029. Dengan jumlah penduduk muslim terbesar serta Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi di antara negara anggota OKI, posisi Indonesia dinilai sangat strategis.
“Saya berharap pemerintah mampu mendorong Indonesia menjadi pusat halal dunia pada 2029, bersamaan dengan target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Ekonomi syariah dan ekonomi nasional harus saling menopang demi kesejahteraan masyarakat,” ujar Hakam dalam Diskusi Publik “Ekonomi Syariah dalam Nota Keuangan RAPBN 2026”, Senin (25/8/2025).
Menurut Hakam, potensi pasar halal global sangat besar. Belanja umat Islam dunia pada 2023 mencapai 2,43 triliun dolar AS atau setara Rp 39.441 triliun. Nilai ini hampir dua kali lipat PDB Indonesia dan sepuluh kali lipat APBN. Aset keuangan Islam global bahkan mencapai 4,93 triliun dolar AS atau Rp 80.000 triliun.
Namun, Indonesia masih mengalami defisit perdagangan halal. Pada 2023, defisit perdagangan halal tercatat 17,31 miliar dolar AS. Sementara negara pengekspor terbesar justru China, India, Brasil, Rusia, dan Amerika Serikat.
“Padahal produk fashion kita berhasil menjadi nomor satu dunia, dan kosmetik halal seperti Wardah masuk tren global,” kata Hakam.

Lima Strategi Kunci Menuju Pusat Halal Dunia 2029
Agar mampu menjadi pusat halal dunia, Indonesia menurut Hakam perlu menerapkan lima strategi utama berikut:
1. Pemanfaatan peluang investasi di 57 negara OKI, untuk memperluas pasar dan jaringan dagang produk halal Indonesia.
2. Hilirisasi pangan halal, guna meningkatkan nilai tambah produk dan mengurangi ketergantungan pada impor.
3. Penguatan perbankan syariah, agar lebih kompetitif dan mampu menopang ekosistem halal.
4. Dukungan industri fashion dan kosmetik halal, yang sudah memiliki posisi kuat di pasar global.
5. Pembangunan ekosistem haji, umrah, dan UMKM, agar perputaran dana besar dari sektor tersebut bisa memberi dampak maksimal bagi perekonomian nasional.