REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Nixon LP Napitupulu mengakui pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) ke Bank Syariah Nasional (BSN) akan menekan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perseroan. Tekanan muncul karena aset dan modal UUS resmi berpindah dari neraca BTN ke entitas syariah baru tersebut.
“Kami juga melakukan penambahan modal nanti ke BSN sebesar kurang lebih Rp6 triliun. Kemudian, kasarnya Rp6 triliunan lah, kemudian di BTN karena ada modal yang berkurang tapi jadinya ke BSN, sehingga CAR-nya mengalami penurunan sedikit,” ungkap Nixon usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Menara BTN Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Ia menjelaskan, perpindahan aset UUS membuat porsi modal BTN secara bank only otomatis menyusut. Pada saat yang sama, suntikan modal ke BSN memperbesar porsi permodalan di anak usaha syariah.
Untuk menahan dampak spin-off terhadap permodalan, BTN menyiapkan penerbitan instrumen modal pelengkap. Skema yang dipakai berupa surat utang tier dua maupun pinjaman subordinasi yang direncanakan rampung sebelum akhir tahun.
“Namun pada saat yang sama, BTN juga akan menerbitkan tier 2 capital berupa surat utang (bond) maupun berupa pinjaman sebelum akhir tahun,” kata Nixon. Upaya ini diharapkan menjaga ruang ekspansi kredit tetap cukup di tengah penguatan bank syariah baru.
BTN menargetkan CAR tetap berada di kisaran 17–18 persen setelah seluruh aksi korporasi dan penyesuaian neraca selesai dilakukan. Manajemen mengklaim sudah mensimulasikan dampak pengeluaran UUS terhadap rasio-rasio utama perseroan.
“Sementara rasio-rasio lain juga sudah kita hitung kalau UUS dikeluarkan apa yang terjadi, masih dalam range rasio-rasio keuangan yang wajar,” ucapnya. Ia menegaskan spin-off tidak mengubah posisi BTN sebagai salah satu pemain utama pembiayaan perumahan.
Nixon menyebut penyaluran kredit BTN masih diproyeksikan tumbuh di sekitar 8 persen hingga akhir tahun. Angka itu sedikit di atas proyeksi pertumbuhan kredit industri perbankan yang berada di kisaran 7,8–7,9 persen.
“BTN posisi Oktober itu 8 persen, kita harapkan sampai akhir tahun ini bisa antara 8–8,5 persen. Itu yang kita expect ketika dugaan saya sih pertumbuhan kredit sampai akhir tahun sekitar 8-an persen juga, jadi kita sama dengan market kurang lebih seperti itu,” tambahnya.
Ia menegaskan fokus penyaluran kredit BTN tidak berubah, tetap didominasi sektor perumahan dan konstruksi perumahan, disertai pembiayaan konsumsi. Kombinasi ini disebut menjadi penopang utama pertumbuhan kredit di tengah proses spin-off UUS.
Sejalan dengan itu, Nixon memperkirakan dana pihak ketiga (DPK) BTN masih tumbuh dua digit, sekitar 13 persen. Ia menyebut, tanpa dukungan penempatan dana pemerintah pun, DPK masih berpotensi naik di kisaran 9–10 persen.
“Jadi, saya rasa kinerja masih sangat baik. NPL akhir tahun kita harapkan bisa turun dari angka September dan kita melihat bahwa ex-Covid sudah berlalu dan mudah-mudahan tahun depan kondisi kesehatan bank yang semakin baik, semakin baik lagi, sehingga ini bisa mendorong pertumbuhan lebih tinggi lagi di tahun depan,” tutur Nixon.