Jumat 17 Oct 2025 16:25 WIB

Sukuk Jadi Andalan, Penerbitan Surat Utang Melonjak 68 Persen

Tren suku bunga rendah membuat perusahaan gencar terbitkan sukuk dan obligasi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Penerbitan surat utang korporasi hingga kuartal III 2025 menembus Rp160,1 triliun, melonjak 68,65 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Penerbitan surat utang korporasi hingga kuartal III 2025 menembus Rp160,1 triliun, melonjak 68,65 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan surat utang korporasi hingga kuartal III 2025 menembus Rp160,1 triliun, melonjak 68,65 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sukuk dan obligasi menjadi motor utama dengan total nilai Rp159,1 triliun, atau naik lebih dari 70 persen secara tahunan.

Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto, mengatakan peningkatan signifikan itu ditopang oleh naiknya minat penerbitan sukuk dan obligasi di tengah tren suku bunga rendah. “Sebenarnya faktor pendorong terbesar di pasar surat utang korporasi tahun ini lebih banyak didorong oleh penerbitan obligasi dan sukuk korporasi,” ujar Suhindarto dalam Taklimat Media yang digelar Pefindo secara daring, Jumat (17/10/2025).

Baca Juga

Sementara itu, instrumen surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN) justru melemah. Nilainya hanya Rp800 miliar turun dari Rp1 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penerbitan sekuritisasi juga anjlok 70 persen menjadi Rp200 miliar.

Dari sisi sektor, perbankan masih menjadi penopang terbesar dengan penerbitan Rp31,9 triliun dari 11 perusahaan, diikuti sektor multifinance sebesar Rp29,3 triliun, pulp and paper Rp25,1 triliun, serta pertambangan Rp21,4 triliun.

Tujuan penerbitan mayoritas untuk kebutuhan modal kerja yang meningkat tajam menjadi Rp98,5 triliun dari Rp62 triliun pada tahun sebelumnya. Sementara pembiayaan kembali (refinancing) naik menjadi Rp48,7 triliun, lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.

“Suku bunga acuan BI sudah relatif lebih rendah sehingga biaya dana penerbitan surat utang korporasi menjadi lebih murah. Banyak perusahaan mulai melakukan refinancing surat utang lama dengan kupon lebih rendah,” jelas Suhindarto.

Dari total penerbitan Rp160 triliun, Pefindo menguasai 83,17 persen pasar surat utang korporasi nasional. Peringkat instrumen didominasi sektor perbankan senilai Rp 27,8 triliun, disusul pulp and paper Rp25,1 triliun, pertambangan Rp21 triliun, multifinance Rp16,9 triliun, serta pembiayaan non-multifinance Rp15,8 triliun.

Hingga akhir September 2025, Pefindo telah menerima 45 mandat penerbitan baru dengan total rencana Rp59,43 triliun. Mandat tersebut didominasi perusahaan non-BUMN sebesar Rp35,88 triliun, sedangkan BUMN dan anak usahanya mencapai Rp23,45 triliun.

Prospek pasar surat utang pada kuartal IV 2025 dinilai masih solid seiring kebutuhan refinancing sebesar Rp44,57 triliun atau 27,6 persen dari total penerbitan tahun ini. Yield benchmark juga diperkirakan menurun mengikuti pelonggaran kebijakan moneter.

Meski demikian, Pefindo mengingatkan sejumlah risiko tetap perlu diwaspadai. Ketidakpastian ekonomi global, perang dagang, serta fluktuasi suku bunga luar negeri berpotensi menekan ruang penerbitan surat utang korporasi pada tahun depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement