REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memperkuat upaya edukasi dan kolaborasi lintas sektor dalam menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan dan kehalalan produk perikanan yang dikonsumsi.
Upaya tersebut diwujudkan melalui sinergi antara Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) selaku unit pelaksana teknis Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM KP) dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dalam memperluas pemahaman dan pendampingan kehalalan di sektor perikanan budi daya.
“Kehalalan dan kesehatan produk perikanan tidak bisa dipisahkan dari upaya menjaga ketahanan pangan nasional. Ini adalah bagian dari tanggung jawab moral dan profesional kita,” kata Kepala BPPSDM KP, I Nyoman Radiarta, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Nyoman menekankan pentingnya kesadaran terhadap prinsip halal dalam setiap rantai proses produk perikanan, khususnya yang berasal dari sektor budi daya. Menurut dia, aspek kehalalan bukan hanya persoalan keagamaan, tetapi juga menyangkut bisnis, kualitas, keamanan pangan, kepercayaan publik, serta kenyamanan yang harus dijaga secara menyeluruh.
Ia menyampaikan pentingnya menjadikan pemahaman titik kritis kehalalan seperti bahan pakan, penggunaan hormon dan vaksin atau suplemen, serta proses pascapanen sebagai bagian dari kurikulum pelatihan maupun materi penyuluhan yang aplikatif dan mudah dipahami. Pendampingan terhadap proses sertifikasi halal juga perlu menjadi bagian dari layanan pihaknya di daerah.
Sejalan dengan upaya memperkuat literasi halal di sektor perikanan, Sekretaris Utama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Muhammad Aqil Irham, dalam kunjungan kerjanya ke Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Subang, menegaskan bahwa sektor budi daya perikanan memiliki peran sangat penting dalam penyediaan pangan bergizi tinggi bagi masyarakat.
Namun demikian, ia mengingatkan, di balik potensi besar tersebut terdapat sejumlah aspek krusial yang harus dipastikan kehalalan dan kelayakannya (halalan thoyyiban). Apalagi, Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
“Ikan memang tergolong hewan halal, tetapi dalam praktik budi dayanya terdapat titik-titik kritis yang perlu diwaspadai. Mulai dari sumber benih apakah hasil rekayasa genetik penggunaan vaksin, komposisi pakan, hormon, suplemen, hingga distribusi dan pengolahan pascapanennya,” jelasnya.
Ia menekankan jika pakan atau bahan tambahan lain mengandung unsur tidak halal, maka produk akhir dapat menjadi syubhat atau bahkan haram. Tak hanya itu, proses distribusi juga harus dipastikan bebas dari kontaminasi bahan haram maupun zat berbahaya, serta pengolahan pascapanen harus memenuhi standar kehalalan yang berlaku.
Sementara itu, Kepala BRPI, Agus Cahyadi atau Acah, menyampaikan bahwa BRPI sebagai unit pelaksana teknis di bawah BPPSDM KP berkomitmen menjadi pusat edukasi dan riset yang adaptif terhadap kebutuhan masyarakat. Menurut dia, pemahaman kehalalan dalam perikanan tidak boleh berhenti pada asumsi "ikan itu pasti halal".
“Kami mendapati masih banyak pelaku usaha yang belum memahami titik-titik kritis kehalalan dalam proses budi daya. Padahal, pakan, hormon, atau bahan tambahan lainnya bisa saja mengandung unsur nonhalal. Karena itu, edukasi, mutu, dan pengawasan sangat diperlukan untuk menjaga kualitas produk perikanan budi daya,” jelas Acah.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan menekankan pentingnya menjaga kualitas hasil perikanan mulai dari hulu sampai hilir. Hal ini penting untuk memastikan produk perikanan layak dan aman dikonsumsi oleh masyarakat.