Jumat 31 Oct 2025 11:54 WIB

OJK Terbitkan Dua Aturan Baru untuk Bank Syariah Soal Permodalan dan Likuiditas

Ketentuan tersebut disusun untuk memastikan ketersediaan likuiditas jangka pendek.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar (kelima kanan) bersama Anggota Dewan Komisioner OJK (dari kiri ke kanan) Doni P Joewono, Agusman, Friderica Wodyasari, Inarno Djajadi, Mirza Adityaswara, Dian Ediana Rae, Ogi Prastomiyono, Sophia Issabella, Hasan Fawzi menekan tombol saat peluncuran Sistem Informasi Pelaku (SIPELAKU) dan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025 di Jakarta, Selasa (11/2/2025). Pertemuan tersebut mengusung tema Penguatan Sektor Jasa Keuangan yang Stabil dan Inklusif untuk Mendukung Program Prioritas Nasional yang membahas perkembangan terkini di sektor jasa keuangan dan arah kebijakan OJK ke depan.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar (kelima kanan) bersama Anggota Dewan Komisioner OJK (dari kiri ke kanan) Doni P Joewono, Agusman, Friderica Wodyasari, Inarno Djajadi, Mirza Adityaswara, Dian Ediana Rae, Ogi Prastomiyono, Sophia Issabella, Hasan Fawzi menekan tombol saat peluncuran Sistem Informasi Pelaku (SIPELAKU) dan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025 di Jakarta, Selasa (11/2/2025). Pertemuan tersebut mengusung tema Penguatan Sektor Jasa Keuangan yang Stabil dan Inklusif untuk Mendukung Program Prioritas Nasional yang membahas perkembangan terkini di sektor jasa keuangan dan arah kebijakan OJK ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan anyar mengenai struktur permodalan dan likuiditas bagi bank syariah, dengan tujuan untuk memperkuat ketahanan dan daya saing industri perbankan syariah nasional. Kedua beleid tersebut yakni Peraturan OJK (POJK) Nomor 20 Tahun 2025 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio/LCR) dan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio/NSFR) bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), serta POJK Nomor 21 Tahun 2025 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pengungkit (Leverage Ratio) bagi BUS.

“Kedua POJK tersebut menjadi langkah penting dalam memperkuat struktur permodalan, likuiditas, dan pendanaan jangka panjang BUS dan UUS agar semakin tangguh, efisien, serta sejalan dengan standar internasional Basel III dan Islamic Financial Services Board (IFSB),” tulis OJK dalam keterangannya, Jumat (31/10/2025). 

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

Lebih lanjut, melalui POJK Nomor 20 Tahun 2025, OJK memperkuat pengelolaan likuiditas jangka pendek dan kestabilan pendanaan jangka panjang pada industri perbankan syariah dengan mewajibkan BUS dan UUS untuk senantiasa memelihara rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) minimal sebesar 100 persen dengan penerapan secara bertahap.

Ketentuan tersebut disusun untuk memastikan ketersediaan likuiditas jangka pendek yang memadai serta pendanaan jangka panjang yang stabil. Sehingga BUS dan UUS memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengantisipasi kecukupan likuiditas yang dapat timbul akibat dinamika ekonomi dan volatilitas pasar keuangan.

Lewat peraturan tersebut, OJK juga mewajibkan BUS dan UUS untuk melakukan perhitungan kecukupan likuiditas dan pemantauan pendanaan stabil bersih secara berkala, baik pada tingkat individu maupun konsolidasi, guna memastikan risiko likuiditas dikelola secara terukur dan transparan. 

“Pelaporan serta publikasi atas rasio-rasio tersebut akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2026 hingga 2028, sejalan dengan kesiapan industri dan harmonisasi sistem pelaporan keuangan syariah,” terang OJK. 

POJK tersebut dirancang dengan mengacu pada standar global, yakni Basel III: The Liquidity Coverage Ratio and Liquidity Risk Monitoring Tools serta The Net Stable Funding Ratio, dan memperhatikan Guidance Note GN-6 dari Islamic Financial Services Board (IFSB). Penerapan prinsip-prinsip tersebut memastikan bahwa sistem keuangan syariah Indonesia selaras dengan praktik terbaik internasional (best practices), sekaligus memperkuat kredibilitas dan daya saing BUS dan UUS di tingkat global.

“Dengan penerapan POJK ini, BUS dan UUS diharapkan mampu mengelola likuiditas dan pendanaan secara lebih disiplin, mengoptimalkan komposisi aset dan liabilitas, serta memperkuat kemampuan dalam menghadapi multiple scenario tanpa mengganggu fungsi intermediasi,” jelasnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement