REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menyelenggarakan “BMT Summit dan FGD Outlook IKMS 2025”. Acara tersebut bertempat di Gedung Treasury Learning Center (TLC) Kementerian Keuangan, Malioboro Yogyakarta.
Acara yang dihadiri oleh 100 perwakilan Baitul Maal wat-Tamwiil (BMT) ini, merupakan kerjasama antara KNEKS dengan organisasi gerakan BMT, Insan Koperasi Syariah Indonesia (IKOSINDO).
Pelaksanaan acara ini dilaksanakan pada momentum yang tepat karena dilaksanakan di awal pemerintahan baru Prabowo – Gibran. Dengan demikian, acara ini diharapkan menjadi salah satu masukan untuk pemerintahan baru dalam mendukung gerakan BMT untuk lebih berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Dwi Irianti Hadiningdyah, selaku Direktur Keuangan Sosial Syariah (KSS) KNEKS, dalam sambutannya, menyampaikan bahwa KNEKS adalah lembaga negara non struktural dengan ketuanya adalah Presiden RI. KNEKS bertugas mengkoordinasikan Kementerian dan lembaga terkait ekonomi dan keuangan syariah. Selain mengenalkan KNEKS, Dwi menyampaikan juga tentang Cash Waqf Link Sukuk (CWLS) sebagai salah satu inovasi instrumen keuangan syariah Indonesia.
Di akhir sambutan, Dwi berkata, ”Ekonomi syariah telah menjadi salah satu komponen dalam Asta Cita pemerintahan Prabowo-Gibran. BMT sebagai salah satu lembaga syariah, diharapkan menjadi kekuatan baru ekonomi Indonesia melalui akar rumput menuju Indonesia emas 2045.”
Setelah sambutan, materi pertama disampaikan oleh Rury Febriyanto tentang tantangan gerakan BMT dengan judul “Future Challenge.” Rury menjelaskan bahwa tahun 2025 merupakan tahun penguatan/penyembuhan setelah sebelumnya terpuruk karena kondisi internal dan eksternal.
Rury menjelaskan bahwa tantangan BMT di tahun 2025 diantaranya adalah terkait Human Resources Management (HRM), Sistem audit internal, syariah, capital dan legality over leveraging.
Materi berikutnya disampaikan oleh Bagus Aryo, Deputi Direktur Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) KNEKS. Bagus memaparkan bahwa BMT dihadapkan pada tantangan menghadapi cash less society di masa yang akan datang, serta penduduk Indonesia yang didominasi oleh populasi anak muda (generasi milenial,generasi Z, dan generasi Alpha) yang mencapai 64,69% (270,2 juta). Hal ini menjadi tantangan, karena hingga saat ini, generasi tersebut masih kurang dapat dijangkau oleh BMT.
Dari sisi regulasi, Amin, anggota komisi VI DPR RI hadir sebagai pembicara. Amin menyatakan urgensinya adanya UU Perkoperasian yang baru, karena UU Perkoperasian yang berlaku saat ini, yakni UU nomor 25 tahun 1992, sudah terlalu lama dan sudah tidak bisa mengikuti perkembangan zaman.
Penyampaikan materi diakhiri oleh materi best practises dari koperasi internasional yang dibawakan oleh Guru Besar IPB tentang perkoperasian yakni Lukman M. Baga. Lukman menegaskan strategisnya posisi koperasi sekunder bagi gerakan BMT. Ada jargon internasional tentang koperasi yakni “Secondary Co-operatives are Essential for the Cooperative Movement.” Selain itu, Lukman menjelaskan pula tentang pentingnya pendidikan anggota bagi keberhasilan suatu koperasi.
Lukman menjelaskan beberapa lesson learned dari berbagai koperasi internasional yang sukses seperti koperasi pertanian Zon Noh di Jepang, koperasi susu di Belanda, dan lain-lain.
Setelah mendapatkan tambahan wawasan dan insight dari berbagai pakar, di siang hari, acara dilanjutkan dengan diskusi dalam kelompok kecil (komisi). Peserta dibagi ke dalam empat tema focus group discussion (FGD) yakni sumber daya manusia, bisnis, regulasi dan kerjasama antar BMT. Dengan demikian, pasca kegiatan ini diharapkan tidak hanya mendapatkan pengetahuan, namun juga ada kesepakatan langkah konkret yang dilaksanakan oleh gerakan BMT.