Kamis 31 Oct 2024 20:35 WIB

Ekonomi Syariah, Solusi Kendala Pertumbuhan Keuangan Mikro 

Ekonomi berbasis syariat dinilai menawarkan sistem yang menyejahterakan.

Rep: Eva Rianti / Red: Gita Amanda
Profesor & Sharjah Chair in Islamic Law & Finance, Durham University, Habib Ahmed (dua dari kiri), Profesor from International Islamic University Malaysia (IIUM) Moh. Aslam Haneff (dua dari kanan), dan Researcher from Institute of Developing Economics, JETRO, Japan Miki Hamada (paling kanan) saat mengisi materi dalam International Seminar on Islamic Economy and Finance ISEF Bank Indonesia di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Foto: Eva Rianti/Republika
Profesor & Sharjah Chair in Islamic Law & Finance, Durham University, Habib Ahmed (dua dari kiri), Profesor from International Islamic University Malaysia (IIUM) Moh. Aslam Haneff (dua dari kanan), dan Researcher from Institute of Developing Economics, JETRO, Japan Miki Hamada (paling kanan) saat mengisi materi dalam International Seminar on Islamic Economy and Finance ISEF Bank Indonesia di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Institute of Developing Economics, Japan External Trade Organization (Jetro), Miki Hamada, mengungkapkan ekonomi syariah merupakan solusi dari kendala pertumbuhan keuangan mikro. Sebab, ekonomi berbasis syariat dinilai menawarkan sistem yang menyejahterakan sasaran utama sektor keuangan mikro, yakni masyarakat rentan, seperti masyarakat miskin serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 

“Misi penting keuangan mikro adalah menyediakan layanan keuangan bagi masyarakat miskin, perempuan, dan UMKM. Keuangan mikro menyediakan inklusi keuangan, yang kemudian mendukung pembangunan ekonomi,” kata Miki saat mengisi materi di International Seminar on Islamic Economy and Finance Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) Bank Indonesia di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024). 

Baca Juga

Miki menerangkan sekilas mengenai historikal dari keuangan mikro. Cikal bakalnya berawal dari Bank Grameen yang dicetuskan oleh Muhammad Yunus dari Bangladesh, yang terinspirasi dari bencana kelaparan di Bangladesh pada sekira 1974. 

Lantas, model Bank Grameen dan spirit-nya pun menyebar di dunia, yang kemudian disebut pendekatan tradisional keuangan mikro. Targetnya adalah orang-orang miskin, perempuan, pinjaman kelompok, tanggung gugat bersama, bebas agunan, dan pembayaran bunga gratis. Itu dianggap sebagai inovasi yang sangat bagus. Poin plus-nya, itu menurunkan risiko asimetri informasi, biaya transaksi, atau biaya pemantauan. 

Namun, model jenis itu, kata Miki, tidak selalu berhasil. Menurut penuturannya, ada banyak contoh yang berhasil, tetapi ada juga yang gagal. Hal itu seiring dengan terjadinya transformasi. Ia menyebut, nilai-nilai keuangan mikro bergeser ke arah pinjaman perorangan, atau produk yang jauh lebih fleksibel, atau integrasi. Berkat integrasi dan digitalisasi, layanan atau produk dapat disesuaikan dengan klien keuangan. 

“Terkadang ada masalah penyimpangan misi, jika lembaga keuangan mikro semakin besar, atau ada kinerja yang sukses. Karena semakin besar (lembaga keuangan mikro), semakin besar pula layanan klien yang jauh lebih besar. Mereka meninggalkan orang miskin, segmen pelanggan miskin. Ini adalah salah satu masalah keuangan mikro yang sangat sulit,” ungkapnya. 

Miki menerangkan bahwa ada begitu banyak penelitian tentang keuangan mikro. Di antara studi tersebut menunjukkan bahwa ada tiga faktor terpenting dari masalah keuangan mikro, yakni jangkauan, dampak, dan keberlanjutan keuangan.  

“Meskipun mereka dapat menjangkau orang paling miskin, atau orang miskin dapat memperoleh keuntungan, tetapi lembaga keuangan itu sendiri tidak dapat berkelanjutan. Ada trade-off,” jelasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement