REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG — Provinsi Lampung dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu pusat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Sumatera. Momentum Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera 2025 yang digelar Bank Indonesia (BI) pada 21–25 Juni 2025 dimanfaatkan sebagai ajang penguatan ekosistem syariah yang inklusif dan berkelanjutan.
Festival tahunan yang berlangsung di Lampung City Mall ini melibatkan ratusan pelaku usaha syariah, komunitas halal, akademisi, serta tokoh lintas sektor. Kepala Perwakilan BI Provinsi Lampung Bimo Epyanto menyatakan, pengembangan ekonomi syariah tidak hanya relevan secara religius, tetapi juga secara ekonomi.
“Ekonomi dan keuangan syariah merupakan sistem yang inklusif, berkelanjutan, dan menyejahterakan. Ini bukan hanya milik umat Islam, tapi terbuka untuk semua,” ujar Bimo di Kantor Perwakilan BI Lampung, Rabu (25/6/2025).
Bimo menjelaskan, jenis usaha ekonomi syariah yang paling menonjol di Lampung adalah UMKM yang bergerak di bidang makanan-minuman halal serta fesyen muslim. Ia menekankan bahwa produk halal bukan sekadar label.
“Produk makanan dan minuman itu tidak hanya harus bersertifikasi halal, tapi merupakan bagian dari ekosistem. Dari hulu sampai hilir, semua harus memperhatikan kaidah halal, mulai dari bahan baku, proses pengolahan, hingga pengemasan,” katanya.
Ia menambahkan pentingnya konsep halalan thayyiban dalam praktik usaha syariah, yakni produk tidak hanya halal secara hukum, tetapi juga baik dan sehat untuk dikonsumsi.
“Jadi nggak cuma halalnya, tapi juga baik dan sehat untuk dikonsumsi, tidak membahayakan kesehatan konsumen. Demikian pula dengan yang fesyen, prinsipnya juga mengikuti kaidah syariah,” ujarnya.
Sektor lain yang mulai berkembang adalah pariwisata ramah muslim. Namun, ia mengingatkan pentingnya pendekatan branding agar tidak terkesan eksklusif.
“Kalau kita menyebut wisata halal, itu sering kali disalahpahami. Terkesan eksklusif dan akhirnya justru kunjungan wisatawan turun. Padahal konsep syariah itu universal, tidak membatasi siapa pun untuk menikmati,” ucapnya.
Istilah “pariwisata ramah muslim” dinilai lebih inklusif, dengan konsep tempat wisata tetap terbuka bagi semua, namun menyediakan fasilitas pendukung ibadah, makanan halal, dan ruang aman bagi umat Muslim.
“Jika ada makanan yang tidak halal, itu ada tandanya. Dengan begitu, umat Muslim merasa tenang, dan non-Muslim pun tetap nyaman,” lanjutnya.
BI Lampung mendorong penguatan ekonomi syariah melalui tiga pilar utama: penguatan ekosistem halal khususnya dukungan bagi UMKM, penguatan sektor keuangan syariah baik komersial maupun sosial, serta peningkatan literasi dan inklusi ekonomi syariah.
“Tanpa kesadaran dan pemahaman masyarakat, pengembangan ekonomi syariah akan berjalan kurang efektif. Oleh karena itu, edukasi, literasi, dan komunikasi yang terbuka harus terus digencarkan,” tutup Bimo.