REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Ahli Perumus RUU Perkoperasian, Suwandi menegaskan pentingnya literasi pendidikan terhadap calon anggota dan anggota koperasi. Terlebih, fenomena permasalahan koperasi menyeruak beberapa waktu ke belakang ini.
"Literasi jadi titik masuk untuk memulai, menghidupi dan dan mengakhiri koperasi," tegasnya dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dengan tema Peluang dan Tantangan RUU Perkoperasian bagi Koperasi Syariah Kamis (13/4/2023).
Menurutnya, selama ini Koperasi Simpan Pinjam (KSP) hanya bermasalah dan tidak pernah mengalami kebangkrutan. Artinya koperasi bisa bertahan hidup dalam situasi apapun.
Dalam organisasi koperasi para anggotanya berstatus sebagai pemilik sekaligus sebagai pelanggan, sehingga memiliki konsekuensi melakukan peran aktif dalam kegiatan koperasi. Untuk mewujudkan kesejahteraan, anggota harus ikut serta dalam menentukan gerak dan arah organisasi.
Bahkan, Wakil Presiden Pertama RI Moh. Hatta yang merupakan bapak koperasi menyebut, koperasi adalah organisasi ekonomi berwatak sosial yang mendasarkan pengelolaan usahanya secara demokratis yang diwujudkan melalui kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan ketika mengelola usahanya. Termasuk menentukan kegiatan koperasi, harus didasarkan atas kehendak dan keputusan anggota terlebih dahulu.
Karena pada dasarnya para anggota itulah yang memegang kekuasaan tertinggi; memodali; mengelola usaha; serta melaksanakan pengawasan atas kinerja manajemen. Akhirnya hasil usaha yang dicapai dimanfaatkan untuk kepentingan bersama pula.
Belakangan, fenomena koperasi simpan pinjam gagal bayar sedang menyeruak. Pada Januari 2022, Kemenkop UKM telah membentuk satgas untuk menangani delapan koperasi bermasalah untuk menjawab keluhan masyarakat atas koperasi bermasalah.
Dari fenomena tersebut, menjadi titik balik diperlukannya aturan yang mampu menjawab substansi masalah. Hal inilah yang mendasari Kementerian Koperasi da UKM membuat RUU Perkoperasian. Diharapkan, lewat RUU Perkoperasian yang baru dapat menutup celah kegagalan yang mungkin ada.
Adapun, pasal-pasal krusial dalam dalam RUU Perkoperasian di antaranya ketentuan mengenai diubahnya defenisi koperasi yang menghilangkan istilah gotong-royong dan diubah dengan istilah kerjasama. Kemudian isu-isu lebih teknis terkait masa bakti kepengurusan, otoritas pengawas koperasi, ketentuan pidana, aktivitas koperasi dalam ekonomi digital serta beberapa isu lain.