Rabu 10 Sep 2025 17:09 WIB

CSED Indef: Ekonomi Syariah Bisa Jadi Solusi Tuntutan 17+8

Ekonomi syariah memiliki prinsip keadilan dan pemerataan distribusi kekayaan

Rep: Eva Rianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Center for Sharia Economic Development (CSED) Indef Nur Hidayah dalam diskusi publik bertajuk Demo Cermin Kesenjangan, Ekonomi Syariah Memberi Jawaban yang digelar secara virtual, Rabu (10/9/2025).
Foto: Eva Rianti/Republika
Kepala Center for Sharia Economic Development (CSED) Indef Nur Hidayah dalam diskusi publik bertajuk Demo Cermin Kesenjangan, Ekonomi Syariah Memberi Jawaban yang digelar secara virtual, Rabu (10/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center for Sharia Economic Development Institute for Development of Economics and Finance (CSED Indef) menilai ekonomi syariah dapat menjadi jawaban atas tuntutan 17+8 yang disuarakan masyarakat pada aksi demonstrasi akhir Agustus 2025. Lembaga ini menilai, sebagian besar tuntutan tersebut bersumber dari persoalan ekonomi yang perlu ditangani secara sistematis.

Kepala CSED Indef Nur Hidayah menjelaskan, ekonomi syariah memiliki prinsip keadilan dan pemerataan distribusi kekayaan sehingga relevan dengan aspirasi publik. “Ekonomi syariah berlandaskan maqashid syariah dengan prinsip utama keadilan dan distribusi kekayaan yang lebih merata untuk mencegah segelintir oligarki menguasai ekonomi,” ujarnya dalam Diskusi Publik bertajuk “Demo Cermin Kesenjangan, Ekonomi Syariah Memberi Jawaban” yang digelar secara virtual, Rabu (10/9/2025).

Nur memaparkan, maqashid syariah mencakup lima perlindungan utama: agama, nyawa, akal, keturunan, dan harta. Prinsip tersebut berimplikasi pada kebijakan yang prokemaslahatan, seperti subsidi bagi kelompok rentan, penguatan tata kelola yang baik, transparansi, serta keberlanjutan program.

Menurut Nur, ada sejumlah instrumen ekonomi syariah yang berpotensi menjawab tuntutan masyarakat, seperti ziswaf (zakat, infak, sedekah, dan wakaf) hingga sukuk sosial. “Instrumen distribusi pendapatan Islam, seperti ziswaf, bisa menjadi jaring pengaman sosial,” katanya.

Ia menyebut potensi ziswaf nasional mencapai Rp327 triliun per tahun, sedangkan realisasi penghimpunan baru sekitar Rp40,5 triliun. Meski begitu, angka ini meningkat 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan menjangkau 119 juta mustahik. “Ziswaf telah menyalurkan bantuan kepada 33,9 juta mustahik, dengan 463.154 jiwa berhasil keluar dari kemiskinan, termasuk 194.543 dalam kategori miskin ekstrem,” tuturnya.

Selain ziswaf, Nur menyoroti peran keuangan mikro syariah untuk mendukung UMKM. Studi pada 2024 mencatat 110 UMKM penerima pembiayaan syariah mengalami peningkatan profitabilitas, ekspansi pasar, dan efisiensi operasional, meski sekitar 60 persen populasi pedesaan belum memiliki akses ke layanan perbankan formal.

Instrumen lain yang dinilai penting ialah pembiayaan publik berbasis sukuk sosial, seperti sukuk ritel (SR022) yang penjualannya mencapai Rp27,84 triliun pada Juni 2025. Ada pula sukuk mudharabah sosial berkelanjutan yang diterbitkan PNM dengan nisbah kompetitif, serta green sukuk ST014T4 yang mendanai proyek energi terbarukan, transportasi hijau, dan efisiensi energi.

“Ekonomi syariah harus dimanfaatkan untuk menjawab tuntutan di jalanan melalui kebijakan nyata,” pungkas Nur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement