Jumat 30 May 2025 15:13 WIB

Jateng Dorong 33 BPR-BKK Gabung Jadi Bank Syariah

Langkah strategis untuk wujudkan ekonomi adil dan berkelanjutan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Konsolidasi PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Badan Kredit Kecamatan se-Jateng menjadi Bank Syariah.
Foto: Muhammad Taufik/Republika
Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Konsolidasi PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Badan Kredit Kecamatan se-Jateng menjadi Bank Syariah.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Konsolidasi PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Badan Kredit Kecamatan (BKK) se-Jateng menjadi Bank Syariah. Usulan ini disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Jateng, Rabu (28/5/2025).

Anggota Komisi C DPRD Jateng, Sudarsono, menjelaskan bahwa konsolidasi tersebut bertujuan menciptakan perekonomian yang lebih adil dan sejahtera berbasis prinsip ekonomi syariah. “Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah berinisiatif mengajukan Raperda tentang Konsolidasi PT BPR-BKK se-Jateng menjadi Bank Syariah,” kata Sudarsono.

Baca Juga

Menurut Sudarsono, terdapat sejumlah alasan filosofis dan sosiologis yang mendasari usulan ini. Secara filosofis, konsolidasi 33 PT BPR-BKK se-Jateng menjadi bank syariah berakar pada prinsip keadilan dan kesejahteraan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

“Dalam sistem ekonomi syariah, prinsip-prinsip seperti larangan riba atau bunga, gharar atau ketidakpastian, dan maysir atau perjudian sangat dijunjung tinggi. Ini bertujuan menciptakan keseimbangan dan keadilan dalam transaksi keuangan,” jelasnya.

Dia menambahkan, konsolidasi ini akan memberikan alternatif bagi masyarakat yang ingin melakukan transaksi sesuai ajaran agama. “Dengan perbankan syariah sebagai landasan operasional, diharapkan tercipta perekonomian yang stabil, berkelanjutan, dan meminimalkan ketimpangan sosial,” ujarnya.

Sebagai wilayah dengan mayoritas penduduk Muslim, Sudarsono menyebut Jateng memiliki potensi besar dalam pengembangan perbankan syariah. “Konsolidasi ini diharapkan memperluas layanan keuangan yang inklusif, adil, dan mendukung pembangunan ekonomi masyarakat,” tuturnya.

Dari sisi regulasi, Sudarsono merujuk pada UU 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah, yang menjadi landasan hukum dan operasional.

Secara sosiologis, kata Sudarsono, konsolidasi ini menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistem keuangan yang lebih adil. “Masyarakat Jateng yang mayoritas bekerja di sektor pertanian, UMKM, dan informal, membutuhkan akses pembiayaan yang lebih sesuai dengan prinsip ekonomi Islam,” ujarnya.

Menurutnya, bank syariah menawarkan sistem pembiayaan berbasis bagi hasil, yang lebih adil dan menyeimbangkan risiko serta keuntungan. “Masih banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan pembiayaan dari bank konvensional. Bank syariah hadir sebagai solusi, dengan pembiayaan lebih fleksibel tanpa unsur riba,” katanya.

Sudarsono menambahkan, konsolidasi ini juga diharapkan menjadi sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil dan menengah, sekaligus memperkuat ekonomi berbasis syariah di Jawa Tengah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement