REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menekankan pentingnya sinergi antar-lembaga untuk memperkuat ekosistem industri halal nasional. Melalui Pusat Industri Halal yang dibentuk pada 2021, Kemenperin berkomitmen mendampingi pelaku industri dalam menghadapi kewajiban sertifikasi halal sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
“Harapannya, dengan adanya Pusat Industri Halal di Kementerian Perindustrian ini, kami bisa membantu memperkuat ekosistem industri halal dan mendukung industri dalam mempersiapkan diri untuk memenuhi kewajiban bersertifikat halal,” kata Detri Fitria Hasyar, Pembina Industri Ahli Muda di Pusat Industri Halal Kemenperin dalam Webinar Efek Trump-nomics & Nasib Industri Halal yang diselenggarakan PEBS FEB UI, beberapa waktu lalu.
Detri menjelaskan, industri halal kini tidak lagi bersifat sukarela, tetapi sudah menjadi kewajiban hukum. Pusat Industri Halal Kemenperin memiliki peran menyusun kebijakan teknis, promosi, hingga pengawasan dan pelaporan perkembangan industri halal nasional.
Dalam konteks kebijakan tarif resiprokal dari Pemerintah AS, Detri mengungkapkan bahwa sejumlah produk ekspor halal Indonesia terdampak cukup signifikan. Ada sekitar 15 produk ekspor yang paling terdampak kebijakan tarif Trump.
Produk yang terdampak antara lain tekstil, alas kaki, minyak kelapa sawit, karet, udang, dan produk perikanan. Sebanyak tujuh produk disebut sangat terdampak, termasuk pakaian dan aksesori, ikan, olahan daging dan kopi.
Ia juga menyoroti kendala non-tarif seperti biaya dan proses sertifikasi halal yang masih dianggap mahal dan rumit, terutama oleh pelaku usaha kecil dan menengah. “Sertifikasi halal di Indonesia dianggap mahal dan biayanya dianggap tidak konsisten dengan standar internasional,” jelasnya.
Padahal, industri halal Indonesia saat ini memiliki peluang besar untuk tumbuh, apalagi kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sudah sangat signifikan. Saat ini, Kemenperin tengah menyusun peta jalan pengembangan industri halal 2025–2029. Strategi tersebut mencakup penguatan infrastruktur, pembinaan SDM, fasilitasi sertifikasi, dan pengembangan pusat-pusat produksi halal.
“Kami juga memiliki sekitar 21 lembaga pemeriksa halal dan tiga lembaga pelatihan halal di seluruh Indonesia,” ujar Detri.
Ia menegaskan bahwa sinergi lintas sektor, efisiensi rantai pasok, edukasi pasar, serta diversifikasi tujuan ekspor menjadi kunci agar industri halal Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh sebagai pemain global.