Jumat 04 Aug 2023 12:16 WIB

Hukum Menabung dan Mengatur Keuangan dalam Islam Sesuai Syariah

Kemudahan dalam menabung saat ini semakin memungkinkan dengan bantuan teknologi.

Anak menabung, Sedekah. Foto:Tahta Aidilla/Republika
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Anak menabung, Sedekah. Foto:Tahta Aidilla/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menabung di bank telah menjadi salah satu gaya hidup masyarakat modern. Guna meningkatkan kesejahteraannya, sebagian besar masyarakat telah memiliki kebiasaan untuk menabung di bank. Tabungan merupakan simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati.

Anjuran Menabung dan mengatur keuangan dalam Islam

Baca Juga

Kepada Republika, Yulizar D. Sanrego, Dewan Pengawas Syariah (DPS) Jago Syariah  menjelaskan, mayoritas ulama menyampaikan dalam Islam hukum menabung adalah jawaz atau boleh. Bahkan, hukum menabung termasuk dalam sunnah karena Rasulullah SAW menyampaikan sabdanya yang terkait dengan anjuran tersebut.

Dalam sebuah hadits riwayat Muslim dan Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, "Allah akan memberi rahmat bagi hambanya yang mencari rizki yang halal dan menyedekahkan dengan kesengajaan, mendahulukan kebutuhan yang lebih penting, pada hari di mana ia dalam keadaan fakir dan memiliki hajat."

“Berdasarkan hadis tersebut Prof Dr Husein Syahatah dalam bukunya Iqtishad al-Bait al-Muslim membuat persamaan menabung, yaitu menabung (al-iddikhar)= pendapatan halal (al-kasb al-thayyib) – pengeluaran primer (al-infaq al-muqtashad) dengan mempertimbangan pengeluaran prioritas berdasarkan syariah (awlawiyyat al-islamiyyah),” ujar Yulizar. Hadis ini juga mengandung makna bahwa menabung bukan hanya boleh, tapi juga merupakan suatu amalan yang disukai Allah SWT dengan ganjaran rahmat dari-Nya.

Anjuran menabung juga dilegitimasi (masyru’iyyah) di dalam Alquran, seperti dalam QS Yusuf: 47-49 terkait jawaban atas ta'bir mimpi raja yang ditakwil oleh Nabi Yusuf AS. Anjuran menabung khususnya tergambar dalam ayat 47, sebagaimana ditafsirkan oleh beberapa mufasir "illa qalilan mimma ta'kulun" dalam Tafsir Al-sa'adi mengandung makna agar melakukan konsumsi tidak berlebihan dan memperbanyak menabung (liyaktsura ma taddakhirun) agar bisa menghasilkan manfaat dan dampak yang lebih luas.

Bahkan dalam pembahasan tafsir al-Qurthubi, ayat ini termasuk dalam kerangka kajian mashlahah syar'iyyah yang terkait dengan ikhtiar untuk menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Artinya, menabung termasuk amalan dalam rangka menjamin tercapainya mashlahah (keselamatan/kebaikan) serta menghindari mafsadah (bahaya/kerugian) dan menggunakan harta sesuai dengan kebutuhan (biqadr al-hajah).

Berkahnya harta dengan Ziswaf

Lebih lanjut Yulizar menambahkan, dalam Islam juga sangat menganjurkan pengelolaan keuangan agar pemanfaatannya berdimensi duniawi dan ukhrawi atau berkah. Pola tersebut tentunya harus mengakomodir prioritas yang dianjurkan oleh Alquran dan sunah Rasulillah SAW.

Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa kelak pada hari akhirat manusia akan berkata, “Inilah harta bendaku!. Kemudian baginda Rasulullah bersabda lagi, “Wahai, anak Adam sesungguhnya tidak ada harta benda yang diperoleh kamu kecuali apa yang kamu makan akan lenyap (fa-afnaita), apa yang kamu pakai akan menjadi rusak (fa-ablaita), dan apa yang kamu sedekahkan akan menjadi kebaikan yang kekal (fa-amdhaita)."

Sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Surat Al-Munafiqun ayat 10 dikisahkan betapa orang yang sudah meninggal pun ingin dihidupkan kembali karena ingin bersedekah. Islam juga memberikan pembelajaran bahwa perumusan pola pengelolaan keuangan dalam perspektif Islam harus bisa mengakomodir atau memasukkan unsur sedekah di dalamnya.

"Bisa mengkhususkan 10 persen untuk sedekah (ziswaf) atau memasukkan sedekah dalam pola 50 persen tersebut di atas dan mengakomodasi unsur-unsur yang lain seperti kewajiban (utang), investasi termasuk kebutuhan hidup," ujar Yulizar.

Dengan penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa tujuan finansial berupa Ziswaf harus dianggarkan dalam pola pengelolaan keuangan perspektif syariah agar hidup bisa menjadi lebih berkah.

Pentingnya Menabung Untuk Dana Darurat

Tak hanya ziswaf, Islam juga masih memperbolehkan untuk mengalokasikan harta untuk tujuan finansial dalam bentuk dana darurat dan bukan untuk tujuan keuntungan bisnis; seperti menimbun harta untuk mendikte harga pasar.

Dalam hadis riwayat Umar ra menyampaikan melegitimasi bolehnya menyimpan makanan (baca: harta) dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga selama satu tahun (quta sanatihim). Artinya, apa yang Rasulullah SAW lakukan adalah sama dengan prinsip dana darurat, dimana jika tidak dilakukan akan berisiko terhadap pemenuhan kebutuhan pokok keluarganya.

"Dalam konteks sekarang jika dana darurat tidak dikelola dengan baik, mungkin akan berdampak pada manajemen cash flow rumah tangga," ujar Yulizar.

Bahkan, Prof Dr Husein Syahatah dalam bukunya Iqtishad al-Bait al-Muslim meyakini bahwa menyimpan atau menabung kelebihan untuk saat dibutuhkan adalah wajib (iddikhar al-faidh liwaqt al-hajah amrun wujubiyyun).

Karena, dalam kehidupan sehari-hari sebuah keluarga muslim berpotensi untuk mengalami kondisi lapang (rakha) dan sempit (dhayyiq).

"Oleh karena itulah, perlu melakukan pengelolaan harta saat lapang untuk kepentingan pada masa sulit " kata Yulizar.

Prof Dr Husein Syahatah juga mengutip QS Luqman yang berbunyi "Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Perihal pola dana darurat, sama halnya dengan ketentuan pola 50/30/20, tidak ada ketentuan yang baku dalam pengelolaan keuangan syariah. Namun jika mempertimbangkan apa yang dipraktekkan Rasulullah SAW sebagaimana hadis riwayat Umar ra, maka polanya adalah 12 kali pengeluaran kebutuhan pokok keluarga.

"Artinya, rumusan pola apapun yang dibuat, standar minimum yang harus dijaga–sebagaimana dijelaskan al-Qurthubi–adalah bagaimana agar seseorang tidak berpotensi terpapar mafsadah (bahaya/kerugian) dalam kehidupannya. Wallahu a’lam,"

Tentunya, kemudahan dalam menabung saat ini semakin memungkinkan dengan bantuan teknologi. Produk perbankan digital syariah, Jago Syariah, menawarkan kemudahan menabung dengan fitur-fitur yang lengkap untuk mengelola keuangan yang sesuai dengan prinsip Syariah.

photo

Melalui Jago Syariah, nasabah dapat merasakan inovasi dan fitur unggulan, seperti Kantong (rekening) dengan akad Wadiah Yad Dhamanah, Deposito Syariah dengan akad Mudharabah Muthlaqah, serta kemampuan terintegrasi dengan ekosistem digital, termasuk Gojek dan Bibit. Untuk mendorong masyarakat meneruskan kebaikan dan amanahnya, nasabah Jago Syariah dapat memanfaatkan fitur Jago Amal untuk berdonasi dan berzakat dengan mudah dengan lembaga terpercaya seperti Baznas, Rumah Zakat, dan Dompet Dhuafa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement