Rabu 10 Sep 2025 19:22 WIB

Ziswaf Dinilai Berpotensi Jadi Jawaban atas Masalah Ekonomi dalam Tuntutan 17+8

Menurutnya, inti dari tuntutan tersebut adalah persoalan ekonomi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Warga membayar zakat fitrah di Unit Pelayanan Zakat (UPZ) Masjid istiqlal, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga membayar zakat fitrah di Unit Pelayanan Zakat (UPZ) Masjid istiqlal, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Center for Sharia Economic Development (CSED) Indef, Nur Hidayah, menilai ekonomi syariah dapat menjadi solusi dari tuntutan 17+8 yang muncul setelah rangkaian aksi demonstrasi akhir Agustus 2025. Menurutnya, inti dari tuntutan tersebut adalah persoalan ekonomi, dan ekonomi syariah dinilai mampu memberi jawaban.

Salah satu instrumen ekonomi syariah yang berpotensi besar adalah zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf). “Instrumen dalam ekonomi syariah yang bisa menjawab tuntutan 17+8 ini antara lain distribusi pendapatan dalam Islam yang kita kenal dengan ziswaf, yang bisa menjadi jaring pengaman sosial,” ujar Nur dalam diskusi publik bertajuk Demo Cermin Kesenjangan, Ekonomi Syariah Memberi Jawaban yang digelar secara virtual, Rabu (10/9/2025).

Baca Juga

Data Kementerian Agama mencatat potensi ziswaf di Indonesia pada 2024 mencapai Rp327 triliun per tahun. Namun, realisasi baru sekitar Rp32 triliun atau 9,9 persen dari potensi tersebut. Meski begitu, ziswaf telah menyalurkan bantuan kepada 33,9 juta mustahik, dengan 463.154 jiwa berhasil keluar dari kemiskinan, termasuk 194.543 dari kategori miskin ekstrem.

“Kalau kita bisa maksimalkan Rp327 triliun, ini setara dengan 75 persen anggaran perlindungan sosial dari APBN. Masih ada Rp290 triliun ziswaf yang belum tergarap optimal,” kata Nur.

Ia menekankan pentingnya optimalisasi ziswaf melalui digitalisasi dan tata kelola modern, seperti platform online Baznas, QRIS, crowdfunding, serta aplikasi zakat yang memudahkan muzaki menyalurkan kewajiban. “Perlu transparansi dan akuntabilitas agar meningkatkan kepercayaan publik dan efisiensi penyaluran dana. Juga perlu dashboard nasional yang mengintegrasikan data ziswaf lintas lembaga,” ujarnya.

Nur menambahkan, kebijakan Perpres Zakat ASN/PNS yang terbit pada 2023 seharusnya bisa memperkuat penghimpunan dana, namun realisasinya belum signifikan. Target zakat nasional Rp50 triliun pada 2025 pun memerlukan sinergi pemerintah, Baznas/LAZ, swasta, akademisi, dan media.

“Dengan menutup gap ziswaf ini, bisa menghadirkan ratusan triliun dana untuk pendidikan, kesehatan, UMKM, pengentasan kemiskinan, serta melengkapi program jaminan sosial demi kesejahteraan umat,” kata Nur menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement