REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kantor Pusat Bank Syariah Indonesia (BSI) di Jakarta didatangi massa dalam dua hari terakhir. Mereka datang berbondong-bondong usai menerima ajakan pencairan dana bantuan yang disebut bersumber dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) milik pemerintah.
Corporate Secretary BSI, Wisnu Sunandar, mengatakan ajakan tersebut menyasar warga dengan janji nominal besar. “Dalam dua hari terakhir, Kantor Pusat BSI didatangi masyarakat dalam jumlah besar. Mereka datang karena ajakan yang menyebut akan ada bantuan pemerintah Rp10 juta per orang, dengan klaim bersumber dari dana SAL (Saldo Anggaran Lebih) pemerintah sebesar Rp10 triliun yang ditempatkan di bank,” kata Wisnu di Jakarta, Selasa (9/12/2025).
Wisnu menjelaskan, pergerakan massa tersebut digerakkan oleh sekelompok pihak yang mengeklaim masyarakat berhak menerima dana itu “atas nama bangsa Indonesia.” "Kemarin lebih dari seribu orang hadir. Mereka datang dari Jabodetabek hingga luar daerah seperti Palembang dan Jambi, dan dijanjikan dana Rp10–15 juta per orang dalam minggu ini," ungkapnya.
Di balik janji itu, warga justru diminta menyetorkan uang terlebih dahulu. Modusnya berlapis, dari nominal kecil sampai ratusan ribu rupiah. “Namun, para korban diminta membayar terlebih dahulu Rp15.000–Rp30.000, ada yang sampai Rp50.000, bahkan Rp500.000. Uang diminta ditransfer ke rekening perorangan," lanjut Wisnu.
Penyebaran ajakan dilakukan lewat selebaran, pesan berantai, dan grup WhatsApp, dengan arahan transfer ke rekening pribadi. BSI menilai pola itu mengarah pada penipuan terstruktur.
“Aksi ini terkait surat dari organisasi yang mengatasnamakan Golden Eagle International/UNDP. Surat tersebut menginstruksikan BSI mencairkan dana tertentu, termasuk permintaan transfer Rp10 miliar ke rekening atas nama perorangan, serta mengklaim adanya hibah untuk negara dan BSI. Kami tegaskan narasi dan surat itu tidak benar dan berindikasi penipuan," tegas Wisnu.
BSI menegaskan dana SAL bukan dana bantuan sosial yang bisa dicairkan dengan mudah. SAL adalah dana milik pemerintah yang ditempatkan di bank-bank pemerintah sesuai ketentuan. Dana tersebut disalurkan melalui skema pembiayaan atau kredit sesuai aturan yang berlaku, sehingga tidak ada mekanisme pencairan langsung ke rekening warga.
Untuk meredam dampak di lapangan dan menindaklanjuti dugaan provokasi, BSI berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya. Kepolisian mengingatkan masyarakat agar tidak mudah percaya pada ajakan yang tidak jelas asal-usulnya.
Kasubbidpenmas Bidhumas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, menegaskan agar masyarakat selalu meningkatkan kewaspadaan dan kecurigaan atas segala bentuk informasi mencurigakan. "Kami Polda Metro Jaya siap mengawal dan menyediakan ruang publik melalui Call Center Polri 110 yang siap melayani masyarakat 24 jam," ujarnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya juga sudah mengeluarkan peringatan. Melalui Satgas PASTI pada 13 Oktober 2025, OJK menyatakan aktivitas Golden Eagle International/UNDP ilegal dan berpotensi menyesatkan publik. BSI pun mempertimbangkan langkah hukum terhadap pihak yang diduga menjadi penggerak.
BSI mengimbau masyarakat melakukan verifikasi hanya melalui kanal resmi dan tidak menyerahkan data pribadi maupun uang dengan dalih pencairan bantuan. Di tengah maraknya modus yang mengatasnamakan pemerintah, bank meminta warga lebih kritis agar tidak kembali terjebak janji hibah instan bernilai fantastis.