Kamis 31 Jul 2025 16:15 WIB

Muhammadiyah Dirikan Bank Syariah Matahari, Ini Pesan Khusus dari OJK

Bank Syariah Matahari dinilai memiliki kekuatan sosial dan likuiditas internal.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae.
Foto: Tangkapan Layar
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan pesan khusus kepada bank milik Muhammadiyah yang akan segera beroperasi. Bank yang diberi nama Bank Syariah Matahari ini diharapkan menjadi pelopor pemberdayaan ekonomi umat berbasis syariah.

“OJK menyambut baik kehadiran BPR Syariah milik Muhammadiyah sebagai salah satu komitmen dukungan untuk memberdayakan ekonomi ummat dan keuangan syariah yang bermanfaat bagi semua,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam jawaban tertulis, Kamis (31/7/2025).

Baca Juga

OJK menekankan pentingnya tata kelola yang kuat dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. “OJK tentu mengharapkan BPR Syariah memiliki pengurus dan Dewan Pengawas Syariah yang baik, berintegritas, kompeten dan patuh pada prinsip-prinsip syariah,” ujarnya.

Di tengah digitalisasi perbankan, kesiapan infrastruktur juga menjadi sorotan. “Kesiapan infrastruktur operasional dan IT di tengah tren digitalisasi perbankan saat ini juga merupakan sebuah keniscayaan yang harus dipenuhi,” ucapnya.

Bank Syariah Matahari dinilai memiliki kekuatan sosial dan likuiditas internal berkat jaringan Muhammadiyah. “Muhammadiyah memang dinilai memiliki modal sosial dan aset ekosistem yang besar, dengan ratusan rumah sakit, sekolah, universitas, dan amal usaha lainnya,” jelasnya.

Meski demikian, penguatan modal dan teknologi tetap diperlukan. Langkah strategis dari upaya organik BPRS milik Muhammadiyah, lanjut Dian, termasuk upaya penguatan permodalan dan teknologi informasi tetap memegang peran penting atas setiap langkah ke depan.

OJK juga mendorong agar layanan bank tidak eksklusif hanya untuk lingkup internal. “OJK juga senantiasa mendorong inklusi keuangan secara nasional dengan mempertimbangkan ekosistem internal Muhammadiyah yang merupakan pasar potensial yang positif,” katanya.

Bank ini ditargetkan mampu memperkuat pembiayaan sektor riil dan UMKM. “BPRS milik Muhammadiyah dapat memperluas layanan melalui digitalisasi maupun perluasan jaringan dalam rangka meningkatkan kontribusi pada keuangan syariah, berkompetisi secara sehat dan berinovasi dalam pembiayaan UMKM yang lebih luas,” tegasnya.

Sebelumnya, Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menilai pendirian Bank Umum Syariah (BUS) belum menjadi prioritas. Ia menyebut syarat modal Rp 10 triliun terlalu berat bagi Muhammadiyah yang lebih fokus pada pelayanan sektor riil.

“Modalnya Rp 10 triliun menurut saya tidak fair. Kalau UUS bisa Rp 3 triliun, kok konversi BPRS harus Rp 10 triliun?” ujar Anwar kepada Republika, Jumat (18/7/2025).

Muhammadiyah kini memilih memperkuat jaringan BPRS miliknya, termasuk Bank Syariah Matahari. “Muhammadiyah sendiri saat ini telah memiliki jaringan BPRS yang cukup kuat dan tersebar di sejumlah wilayah. Salah satunya adalah Bank Syariah Matahari, hasil konversi dari BPR konvensional yang telah berdiri sejak 1991,” ujarnya.

Nama “Matahari” diambil langsung dari simbol Muhammadiyah. “Matahari itu simbolnya Muhammadiyah. Dalam mars kita disebut: Sang Surya tetap bersinar… menuju masyarakat utama, adil dan makmur,” katanya.

“Itu bukan sekadar lambang, tapi visi. Menyinari dari bawah, dari akar umat,” tegasnya. Menurut Anwar, mendirikan BUS justru berisiko meninggalkan misi ke UMKM. “Kalau BUS besar, pasti akan kejar usaha besar. Sementara usaha kecil jadi nggak terurus,” ucapnya.

Ia juga menyoroti keterbatasan aturan BMPK. “Modal Rp 10 triliun hanya bisa dikasih ke satu grup 10 persen. Sementara pembiayaan Muhammadiyah sendiri ke bank itu sekitar Rp 5 triliun per tahun,” jelasnya.

Konsolidasi BPRS dinilai lebih realistis ketimbang mendirikan BUS dari nol. “Kalau BPRS-BPRS bergabung, duitnya bertambah. Tapi nggak bisa diambil. Dividen juga tidak langsung dirasakan,” katanya.

Anwar mengapresiasi POJK 2/2024 soal tata kelola syariah, tapi meminta perhatian lebih kepada BPRS. “Kalau aturannya hanya berpihak pada yang besar, siapa yang bela rakyat? BPRS ini jangkar ekonomi rakyat,” tegasnya.

Ia juga mengungkapkan saran dari Jusuf Kalla. “Pak JK bilang, lebih baik kerja sama. Kelola bank itu nggak gampang. Kalau kredit macet, siapa tanggung?” katanya.

Saat ini Muhammadiyah tengah mengonsolidasikan dua BPRS di Yogyakarta dan Semarang dengan aset hampir Rp 500 miliar. “Kalau sudah bagus, biasanya yang lain ikut. Saya maunya bertahap. Kita kuatkan dari bawah dulu,” ujar Anwar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement