Rabu 30 Jul 2025 13:37 WIB

Sukuk ESG Jadi Andalan Pembiayaan Hijau di Negara Muslim

Sekitar 75 persen sukuk ESG berdenominasi dolar AS.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Satria K Yudha
Investasi ESG (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Investasi ESG (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penerbitan sukuk berbasis prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) melonjak tajam pada paruh pertama 2025. Laporan Fitch Ratings mencatat nilai sukuk ESG global yang masih beredar mencapai 50 miliar dolar AS hingga akhir Juni 2025, naik lebih dari 12 persen dibanding tahun lalu.

Lebih dari separuh penerbitan tersebut berasal dari negara-negara Teluk, dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) sebagai kontributor utama. Nasdaq Dubai menjadi salah satu pusat utama pencatatan sukuk ESG berdenominasi dolar AS, bersaing dengan Frankfurt, London, dan Stuttgart.

Baca Juga

“Fitch memperkirakan penerbitan sukuk ESG akan melambat pada kuartal ketiga 2025 karena tren musiman musim panas, sebelum kembali meningkat di akhir tahun,” tulis Fitch dalam laporan yang dikutip dari Zawya, Rabu (30/7/2025).

Fitch juga memproyeksikan nilai sukuk ESG global dapat melampaui 60 miliar dolar AS pada akhir 2026. Namun, sejumlah risiko diperkirakan dapat menghambat laju pertumbuhan tersebut, mulai dari ketidakpastian geopolitik, perbedaan standar syariah, volatilitas harga minyak, hingga kekhawatiran terhadap praktik greenwashing.

Tren ini sejalan dengan meningkatnya konsumsi etis di kalangan Muslim global. Laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/2025 mencatat nilai aset keuangan syariah global mencapai 4,93 triliun dolar AS pada 2023 dan diproyeksikan naik menjadi 7,53 triliun dolar AS pada 2028, dengan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 8,9 persen.

SGIE juga mencatat peningkatan permintaan terhadap instrumen keuangan yang adil, transparan, dan sesuai prinsip syariah sebagai respons atas krisis global dan meningkatnya kesadaran konsumen Muslim.

Salah satu contoh terbaru datang dari Omniyat Holdings di UEA yang menerbitkan sukuk hijau pertamanya dengan peringkat “BB-”. Sementara itu, Arab Saudi meluncurkan panduan nasional untuk penerbitan utang hijau, sosial, dan sustainability-linked.

Meski potensi jangka panjangnya besar, tantangan struktural masih membayangi. Perbedaan standar kepatuhan syariah antarnegara dan minimnya regulasi yang harmonis membuat sebagian investor memilih bersikap menunggu.

Fitch menyebut sekitar 75 persen sukuk ESG berdenominasi dolar AS yang beredar saat ini telah mereka beri peringkat, sebagian besar merupakan instrumen senior unsecured, dengan sekitar satu persen berupa subordinasi.

Dengan tren yang terus berkembang, sukuk ESG dinilai berpotensi menjadi instrumen kunci dalam pembiayaan proyek berkelanjutan di negara-negara mayoritas Muslim dan pendorong pertumbuhan ekonomi syariah global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement