Rabu 16 Apr 2025 16:00 WIB

Dekan FEM IPB: Ketegangan Dagang AS Harus Jadi Momentum Ekspansi Industri Halal RI

AS merupakan produsen keempat terbesar dunia dalam sektor makanan dan minuman halal.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Dengan adanya kebijakan tarif dari AS, Indonesia bisa menjadikannya sebagai momen meningkatkan industri halal. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Dengan adanya kebijakan tarif dari AS, Indonesia bisa menjadikannya sebagai momen meningkatkan industri halal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University Irfan Syauqi Beik menilai kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) seharusnya tidak membawa dampak signifikan secara langsung terhadap perekonomian Indonesia. Arif mengatakan share ekspor produk Indonesia ke AS hanya sekitar 2,2 persen dari total PDB.

"Justru Indonesia harus mampu memanfaatkan situasi ini, salah satunya dengan meningkatkan penetrasi industri halal Indonesia di kancah global," ujar Irfan di sela-sela acara halal bihalal dan Dies Natalis ke-24 Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Institut Pertanian Bogor (IPB) bertajuk "Strategi Hilirisasi, Penguatan Ketahanan Pangan dan SDM untuk Reindustrialisasi Perekonomian Indonesia" di IPB, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/4/2025). 

 

Irfan menjelaskan AS merupakan produsen keempat terbesar dunia dalam sektor makanan dan minuman halal. Dengan penerapan tarif resiprokal yang dapat menghambat arus perdagangan, Irfan melihat adanya peluang kekosongan pasar yang dapat diisi oleh pelaku industri halal dari negara lain, termasuk Indonesia.

 

"AS itu salah satu pemain besar di industri halal. Dengan kebijakan baru ini, bisa jadi ada kekosongan produk yang selama ini diproduksi oleh AS. Pertanyaannya, kita sanggup atau tidak menggantikan posisi itu? Makanya isu reindustrialisasi dan kesiapan kita untuk mengisi pasar ini harus segera dibenahi,” sambung Irfan.

 

Irfan mengingatkan tren permintaan produk halal secara global terus meningkat, bahkan tanpa faktor perang dagang. Irfan menyebut 78 persen makanan dan minuman negara-negara anggota OKI berasal dari negara nonmuslim. "Ini peluang besar. Indonesia bisa meningkatkan kapasitas ekspor halal hingga dua kali lipat jika mampu membaca arah pasar dengan tepat," ucap Irfan. 

 

Irfan juga menyoroti ketegangan yang terjadi antara AS dan Uni Eropa (UE) sebagai dampak dari kebijakan tarif tersebut. Menurut Irfan, Eropa, khususnya Eropa Barat, menjadi pasar yang sangat potensial bagi produk halal Indonesia.

 

"Permintaan makanan dan minuman halal di Eropa, terutama Eropa Barat, sangat tinggi karena jumlah penduduk Muslim yang besar dan tingginya arus wisatawan Muslim. Uni Eropa saat ini sedang kesel sama AS. Ini harus kita manfaatkan, kalau diplomasi dagang kita bagus," kata Irfan. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement