REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Rudy Kamdani menyebut perkembangan teknologi digital yang kian pesat memberikan manfaat dan kenyamanan bagi nasabah asuransi melalui layanan yang lebih cepat dan mudah dilakukan. Namun, perkembangan pesat ini juga membawa celah-celah yang dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Oleh karena itu, sangatlah penting bagi kita (Asuransi Syariah) sebagai pelaku industri untuk memperketat cybersecurity baik dari segi tata kelola, manajemen risiko, sosialisasi kepada pihak internal dan internal maupun dari sisi penerapan teknologinya," ujarnya dalam seminar Manajemen Risiko dengan tema “Membangun Ketahanan Siber di Industri Asuransi Syariah” di Jakarta, Rabu (24/1/2024).
AASI, lanjutnya, mendukung, mendorong, dan membantu perusahaan angota untuk menerapkan serta meningkatkan perlindungan data pribadi. Menurutnya, tahun 2023 telah dilalui dengan berbagai terpaan tantangan serta rintangan, dan sudah semestinya harus diapresiasi.
"Namun, di tahun 2024 ini, tentunya level tantangan juga rintangan akan berbeda dan sangat mungkin meningkat. Industri perasuransian syariah perlu menjaga ghirah dan terus meningkatkan kinerja agar dapat memenuhi ekspetasi dan menjaga kepercayaan publik di tengah tantangan yang kian kompleks,” ungkap Rudi.
Hadir dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Perekonomian Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Slamet Aji Pamungkas menyampaikan bahwa kejahatan siber saat ini sudah menjadi tantangan di era transformasi digital. Ia menambahkan bahwa pada tahun 2023 ada lima bentuk ancaman yang terjadi.
“Lima acaman tersebut adalah Ransomware yang memanfaatkan celah keamanan, Advance Persistent Threat yang diprediksi akan selalu bertambah, Kebocoran data, Web Defacement, serta Phising yang memanfaatkan rendahnya literasi keamanan digital,” ungkap alumni Toyohashi Universty Jepang ini.
Setelah terbitnya POJK 4 tahun 2021, OJK mempertegas kembali dengan memberikan surat kepada AASI tentang penerapan manajemen risiko, khususnya cyber risk bagi perusahaan asuransi, asuransi syariah, reasuransi dan reasuransi syariah. Surat tersebut menghimbau Perusahaan untuk lebih memperhatikan ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi.