REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lonjakan saham syariah yang kini mendominasi kapitalisasi dan transaksi Bursa Efek Indonesia (BEI) tak hanya terlihat dari angka-angka di layar trading. Di tengah hiruk-pikuk Sharia Investment Week (SIW) 2025 di Main Hall BEI, Jakarta, pertengahan tahun ini, cerita para investor ritel ikut menggambarkan bagaimana pasar modal syariah pelan-pelan beranjak dari pinggir ke arus utama.
Ikhsan (33 tahun), karyawan swasta yang baru beberapa tahun terakhir serius berinvestasi, mengaku lebih tenang memegang saham syariah. “Awalnya saya masuk pasar modal cuma ikut-ikutan teman,” ujarnya saat ditemui di sela-sela acara edukasi.
“Tapi setelah belajar, saya merasa lebih aman pegang saham syariah. Bukan cuma soal cuan, tapi saya nggak kepikiran soal utang berbunga di belakang perusahaan itu. Jadi tidur juga lebih nyenyak,” sambungnya.
Hal senada diungkapkan Nadia (29). Ia mengaku sengaja menyaring pilihannya hanya pada saham yang masuk indeks saham syariah. “Saya lebih nyaman punya saham yang ada di indeks ISSI,” kata pegawai sebuah startup di Jakarta itu.
“Buat saya, ISSI itu kayak filter awal. Jadi sebelum lihat teknikal atau fundamental, saya tahu dulu ini sudah lewat screening syariah. Rasanya lebih sreg aja,” tambahnya.
Cerita Ikhsan dan Nadia menggambarkan tren yang kini juga terlihat jelas pada data resmi. Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengatakan pasar modal syariah Indonesia tumbuh sangat cepat dalam lima tahun terakhir. Efek syariah, yang dulu kerap dipandang sebagai pelengkap, kini justru menjadi motor utama di lantai bursa.
Per Juni 2025, saham dan indeks saham syariah menguasai sekitar 61,8 persen dari total kapitalisasi pasar BEI. Sekitar 55,1 persen nilai transaksi harian datang dari saham yang masuk daftar efek syariah. Dari sisi jumlah, sekitar tujuh dari 10 saham yang tercatat di bursa kini berlabel syariah. Kapitalisasi pasar saham syariah tercatat sekitar Rp8.000 triliun dari total lebih dari Rp13.000 triliun kapitalisasi pasar saham di BEI. Sebagian besar berasal dari sektor konsumsi, bahan baku, energi, dan properti.
Di level investor, geliatnya juga terasa. BEI mencatat nilai transaksi yang dilakukan investor saham syariah sekitar Rp3,3 triliun per Juni 2025. Angka itu berasal dari 16.369 investor aktif, dari total sekitar 185.766 investor saham syariah yang terdaftar.
“Jadi, Rp3,3 triliun itu bukan dari semua investor syariah, tapi dari sekitar 16 ribu yang benar-benar aktif transaksi,” jelas Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, Irwan Abdalloh, dalam sesi edukasi pasar modal baru-baru ini.
Menurut dia, dari sisi frekuensi, transaksi saham syariah bahkan sudah menyentuh sekitar 74 persen dari total frekuensi transaksi harian di BEI.
Meski begitu, jika dibandingkan dengan total investor pasar modal, porsi investor saham syariah masih relatif kecil. Saham syariah baru merepresentasikan sekitar 2,6 persen dari total investor. Namun, bila hanya melihat kelompok yang benar-benar aktif bertransaksi, porsi investor syariah meningkat menjadi sekitar 12,8 persen. Artinya, yang sudah masuk ke ranah syariah cenderung lebih serius dan aktif mengelola portofolio mereka.