REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hassan, mengajak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia membantunya meningkatkan jumlah pengusaha yang tertib menjalankan sertifikasi halal. Haikal menyebut jumlah produk dari pengusaha Indonesia yang telah mendapatkan sertifikasi halal masih sangat rendah.
“Bayangkan, dari 66 juta pengusaha, baru tiga juta yang memiliki sertifikat halal. Masih 63 juta lainnya yang mesti ‘dihalalkan’ agar para pengusaha itu menjadi tertib halal,” ujar Haikal saat Rakornas bidang Sosial Kadin Indonesia bertajuk Sinergi Lintas Sektor Menuju Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan – Mewujudkan Indonesia Incorporated di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Haikal mengatakan BPJPH mendorong perluasan jangkauan sertifikasi halal ke seluruh sektor, mulai dari hotel, restoran, kafe, makanan dan minuman di moda transportasi publik seperti pesawat hingga kereta api, sampai ke rumah sakit. Ia menilai hal ini merupakan pekerjaan rumah yang berat dan memerlukan dukungan penuh dari Kadin Indonesia sebagai induk pelaku usaha di Indonesia.
“Banyak PR kita. Jadi tentu kesadaran, dan salah satu strategi yang kami jalankan adalah sosialisasi bersama Kadin supaya ada gerakan standar halal,” ucap Haikal.
Haikal mengatakan jumlah transaksi industri halal Indonesia baru mencapai 11 miliar dolar AS pada 2024. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan transaksi industri halal China dan Brasil yang berada di atas 20 miliar dolar AS.
“Saya jamin, ketika para pengusaha sudah tertib halal, kita bisa mencapai 40 miliar dolar AS, naik, bahkan melewati China,” sambung Haikal.
Ia menambahkan, penguatan industri halal nasional menjadi salah satu perhatian Presiden Prabowo Subianto. Prabowo, lanjut Haikal, telah menetapkan BPJPH sebagai badan terpisah dari Kemenag dan berada langsung di bawah presiden.
Haikal menyampaikan pemerintah juga akan mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman memiliki sertifikasi halal mulai 18 Oktober 2026. Ia menegaskan aturan tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014.
“Makanan dan minuman itu wajib bersertifikat halal di Indonesia. Kalau tidak bagaimana? Ya harus diberi keterangan nonhalal. Kalau tidak mencantumkan nonhalal akan diberi surat peringatan, bahkan sampai penarikan,” kata Haikal.