Sabtu 12 Jul 2025 14:07 WIB

7 Juta Produk Sudah Bersertifikat Halal, Tapi Indonesia Masih Jadi Pasar

Label halal harus jadi perlindungan umat, bukan alat negara produsen lain.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolandha
Warga mengikuti kegiatan bimbingan teknis sertifikasi halal di RPTRA Asoka, Jakarta, Senin (18/9/2023). Suku Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) Jakarta Selelatan bekerjasama dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia menggelar kegiatan bimtek sertifikasi halal secara gratis untuk pelaku UMKM khusus produk makanan dan minuman yang nantinya akan diverifikasi oleh lembaga pemeriksa halal sebelum mendapatkan sertifikat halal. Program tersebut digelar di seluruh wilayah DKI Jakarta dengan target sebanyak 3.000 pelaku UMKM mendapatkan sertifikat halal di 2023. Mengingat, Pemerintah akan mewajibkan semua produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia harus memiliki sertifikasi halal pada tahun 2024 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga mengikuti kegiatan bimbingan teknis sertifikasi halal di RPTRA Asoka, Jakarta, Senin (18/9/2023). Suku Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) Jakarta Selelatan bekerjasama dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia menggelar kegiatan bimtek sertifikasi halal secara gratis untuk pelaku UMKM khusus produk makanan dan minuman yang nantinya akan diverifikasi oleh lembaga pemeriksa halal sebelum mendapatkan sertifikat halal. Program tersebut digelar di seluruh wilayah DKI Jakarta dengan target sebanyak 3.000 pelaku UMKM mendapatkan sertifikat halal di 2023. Mengingat, Pemerintah akan mewajibkan semua produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia harus memiliki sertifikasi halal pada tahun 2024 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebanyak tujuh juta produk di Indonesia telah bersertifikat halal hingga pertengahan 2025. Namun, posisi Indonesia dalam rantai industri halal global masih lebih dominan sebagai pasar, bukan produsen utama.

Deputi Bidang Kemitraan dan Standardisasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Abdul Syakur, menyebut pencapaian tersebut jauh melebihi kapasitas anggaran negara. “Kami hanya memiliki anggaran untuk 1 juta sertifikat halal, tapi sudah tercapai 7 juta,” ujar Syakur dalam diskusi Kamisan CSED, dikutip Sabtu (12/7/2025).

Baca Juga

Permintaan kerja sama sertifikasi juga terus berdatangan dari luar negeri. Hingga kini, terdapat 90 Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), termasuk 28 LPH internasional dari 33 negara yang ingin terdaftar secara resmi di Indonesia.

Wakil Presiden RI ke-13, Prof KH Ma’ruf Amin menegaskan bahwa sertifikasi halal bukan sekadar prosedur teknis perdagangan, melainkan instrumen ideologis dan perlindungan umat.

“Label halal harus jadi perlindungan umat, bukan alat negara produsen lain. Indonesia tak boleh hanya jadi pasar, kita harus jadi produsen utama,” tegas Ma’ruf.

Dalam enam tahun terakhir, ekspor produk halal Indonesia tumbuh rata-rata 7,08 persen per tahun. Per Januari 2025, pertumbuhannya tercatat 9,16 persen secara tahunan. Produk makanan dan minuman masih mendominasi ekspor halal Indonesia dengan kontribusi lebih dari 80 persen, diikuti produk farmasi, tekstil, dan kosmetik.

Namun, potensi pertumbuhan ini dibayangi tantangan eksternal. Ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionis, terutama dari Amerika Serikat, mulai menghambat arus perdagangan bebas. AS, sebagai salah satu mitra utama ekspor halal Indonesia, telah menaikkan tarif impor yang berisiko menekan daya saing produk dalam negeri.

Ma’ruf menilai daya tahan produk halal Indonesia cukup kuat. Namun, perlu strategi penguatan diplomasi dan kebijakan ekspor yang agresif agar pelaku usaha nasional bisa naik kelas di pasar global.

Data State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2024/2025 menunjukkan, Indonesia masih berada di peringkat keempat sebagai konsumen produk halal dunia. Adapun dari sisi produsen, Indonesia belum masuk tiga besar. Posisi teratas masih ditempati oleh Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Di sektor makanan halal, Indonesia memang naik ke posisi kedua dunia dari sisi permintaan. Namun dari sisi ekspor dan ekosistem industri, Indonesia masih tertinggal karena dominasi produk luar negeri di pasar domestik.

SGIE juga mencatat bahwa kontribusi sektor Halal Value Chain (HVC) terhadap PDB Indonesia baru mencapai 25,4 persen, meskipun tumbuh 2,45 persen secara tahunan. Angka ini menunjukkan perlunya percepatan hilirisasi dan industrialisasi halal agar Indonesia tak lagi hanya jadi konsumen terbesar.

Prof Ma’ruf mengingatkan bahwa transformasi menuju produsen utama tak bisa dilakukan setengah hati. “Kita harus mendorong kebijakan yang mempercepat industrialisasi halal, termasuk mendukung pelaku UMKM halal agar terhubung dengan ekspor dan pembiayaan syariah,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement