REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Anggoro Eko Cahyono mengungkapkan, perlunya mengarusutamakan ekonomi syariah di Indonesia, seiring dengan besarnya potensi yang ada. Menurutnya, ekonomi syariah adalah masa depan sistem perekonomian Indonesia
“Kami ingin mengajak masyarakat melihat lebih jauh bahwa ekonomi syariah bukan hanya alternatif. Ekonomi syariah harus menjadi arus utama dalam pembangunan ekonomi nasional ke depan,” kata Anggoro dalam acara BSI International Expo 2025 bertajuk ‘Engaging Indonesia in the Global Halal Industry’ di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Anggoro menerangkan, salah satu signature yang digalakkan BSI dalam memperluas ekosistem industri halal adalah melalui event BSI International Expo 2025 yang mengangkat halal lifestyle. Tak hanya halal lifestyle, pada tahun ini, event tersebut juga mengangkat dua fokus lainnya, yakni bisnis emas dan bisnis haji/umroh.
“Kami berharap BSI dapat terus menjadi pemimpin di industri ekonomi syariah dan membangun ekonomi syariah Indonesia untuk bisa bersaing di kancah global,” ujarnya.
Anggoro menilai, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan pasar syariah, seiring dengan kondisi ketidakpastian ekonomi yang bergulir. Menurutnya, ekosistem halal adalah jawaban atas kondisi ekonomi yang menantang.
“Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi muslim terbesar, 88 persen, namun penetrasi bank syariah masih tergolong rendah yaitu baru 8 persen,” ujar dia.
BSI telah melakukan beberapa riset untuk memetakan potensi positioning penduduk muslim di Indonesia. Hasilnya, hampir 60 persen penduduk muslim Indonesia merupakan masyarakat yang mempunyai spiritual value yang tinggi.
Dari angka 60 persen tersebut, sebanyak 29 persen merupakan konformis, sedangkan mayoritas adalah universalis. Sebagai informasi, konformis adalah orang muslim yang harus menggunakan bank syariah lantaran tuntutan agama, sedangkan universalis adalah orang muslim yang berpikiran bahwa ‘islami itu lebih penting’.
“Selama 10 tahun terakhir ini meningkat dari 45 persen menjadi 60 persen. Kenapa? Karena memang kesejahteraan meningkat, inklusi keuangan yang membaik, dan juga peningkatan dari daya saing perbankan syariah,” jelasnya.