Jumat 21 Mar 2025 21:33 WIB

Indef Sebut Transformasi Digital hingga Insentif Pajak Jadi Solusi Filantropi Islam

Zakat dapat menjadi instrumen yang lebih efektif dalam pengentasan kemiskinan.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Warga membayar zakat fitrah di Unit Pelayanan Zakat (UPZ) Masjid istiqlal, Jakarta, Selasa. (18/3/2025). Pada bulan suci Ramadhan, selurih umat muslim yang mampu wajib mengeluarkan zakat fitrah sebesar 2,5 hingga 3 kilogram bahan makanan pokok per orang atau di Indonesia biasanya berupa beras atau uang dengan nominal yang sama. Sementara, untuk di masjid Istiqlal, besaran zakat per orang senilai Rp50 ribu per orang atau menggunakan beras dengan harga yang sama.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga membayar zakat fitrah di Unit Pelayanan Zakat (UPZ) Masjid istiqlal, Jakarta, Selasa. (18/3/2025). Pada bulan suci Ramadhan, selurih umat muslim yang mampu wajib mengeluarkan zakat fitrah sebesar 2,5 hingga 3 kilogram bahan makanan pokok per orang atau di Indonesia biasanya berupa beras atau uang dengan nominal yang sama. Sementara, untuk di masjid Istiqlal, besaran zakat per orang senilai Rp50 ribu per orang atau menggunakan beras dengan harga yang sama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor ekonomi syariah Indonesia masih menghadapi tantangan dalam implementasi filantropi Islam, terutama dalam pengelolaan Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF). Kepala Center for Sharia Economic Development (CSED) INDEF Nur Hidayah mengatakan bahwa tingkat literasi keuangan syariah yang masih rendah menjadi salah satu faktor utama yang menghambat optimalisasi sektor ini.  

“Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2024, tingkat literasi keuangan syariah masih berada di angka 39,11 persen, sementara tingkat inklusi keuangan syariah hanya 12,88 persen," ujar Hidayah saat diskusi publik bertema "Overview Ekonomi Ramadhan" di Jakarta, Jumat (21/3/2025).

Baca Juga

Hidayah menyampaikan hal ini menunjukkan masih banyak masyarakat yang belum memahami manfaat dan mekanisme ekonomi syariah, termasuk dalam filantropi Islam. Selain rendahnya literasi, lanjut Hidayah, sistem pengelolaan ZISWAF di Indonesia dinilai masih tradisional dan banyak dikelola secara komunitas di masjid atau mushala sehingga distribusinya kurang terkoordinasi secara nasional.

"Kebijakan fiskal terkait zakat dan wakaf yang masih belum cukup menarik bagi para muzakki (pemberi zakat) dan investor wakaf," ujar Hidayah saat diskusi publik bertema "Overview Ekonomi Ramadhan" di Jakarta, Jumat (21/3/2025).

Hidayah mengatakan banyak lembaga filantropi masih mengandalkan sistem manual dalam pencatatan, pengumpulan, dan penyaluran dana. Hidayah menyampaikan hal ini menyebabkan prosesnya kurang efektif dan rentan terhadap kesalahan administrasi.  

Menanggapi berbagai tantangan tersebut, Hidayah menawarkan beberapa solusi inovatif untuk meningkatkan efektivitas dan transparansi dalam pengelolaan filantropi Islam. Salah satu langkah utama adalah transformasi digital dalam pengelolaan ZISWAF.  

"Teknologi blockchain dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf," lanjut Hidayah.

Menurut Hidayah, distribusi dana bisa dilakukan secara otomatis sesuai ketentuan yang telah ditetapkan, mengurangi risiko penyalahgunaan dan meningkatkan kepercayaan publik dengan smart contracts. Selain itu, Hidayah menekankan pentingnya integrasi filantropi Islam dengan investasi syariah.

Menurutnya, hal ini dapat memungkinkan dana zakat dan wakaf berkembang dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Hidayah menyampaikan integrasi ini dapat menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat secara ekonomi. 

"Misalnya, dana wakaf dapat digunakan dalam proyek infrastruktur sosial, pendidikan, dan kesehatan dengan model investasi berkelanjutan," sambung Hidayah. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement