REPUBLIKA.CO.ID, Maybank Islamic Banking, sebagai sayap perbankan Islam dari Maybank Group, telah sukses menjadi raksasa bank syariah dunia. Aset Maybank Group Islamic Banking pada kuartal III 2024 menembus angka 91 miliar dolar AS atau setara Rp 1.497,51 triliun (kurs Rp 16.456 per dolar AS). Ini menjadikannya sebagai bank syariah terbesar keempat di dunia.
Lantas, bagaimana kisah Maybank Islamic bisa mencapai titik ini?
Republika berkesempatan mewawancarai Group CEO Islamic Banking Maybank Dato Muzaffar Hisham di Kuala Lumpur, Malaysia, beberapa waktu lalu. Muzaffar mengatakan, salah satu kunci sukses lompatan Maybank Islamic adalah berkat diterimanya produk keuangan syariah di tengah masyarakat Malaysia.
“Ini berkat masyarakat yang memang menerima layanan perbankan syariah sehingga Maybank Islamic bisa semakin berkembang,” ungkap Muzaffar.
Muzaffar memberikan contoh, layanan perbankan syariah yang tidak mengenal bunga berbunga atau compound interest sukses telah sukses memikat hati nasabah. Dengan layanan seperti itu, bank yang mengusung semangat "Humanising Financial Service" tersebut berhasil menggaet nasabah yang beragam.
Di Malaysia, terdapat pembagian kelompok masyarakat berdasarkan etnis. Maybank Islamic mencatat, 50 persen nasabahnya justru berasal dari latar belakang etnis China. Ini sekaligus menegaskan semangat Maybank Islamic untuk membawa nilai-nilai Islam kepada semua kalangan.
Jika ditilik sejarahnya, keuangan syariah di Malaysia mulai menggeliat sejak didirikannya Tabung Haji pada 1963. Kemudian, perbankan syariah pun bermunculan terutama pada awal dekade 1990-an. Maybank Islamic sendiri lahir pada 1993. Saat itu, Maybank Islamic masih berstatus sebagai Islamic window atau di Indonesia dikenal sebagai unit usaha syariah (UUS). Maybank Islamic kemudian menjadi bank anak usaha Maybank Group secara penuh pada 2008.
Dia mengatakan, Maybank Islamic saat itu lahir untuk mendukung pertumbuhan keuangan syariah sekaligus menyokong kebijakan Pemerintah Malaysia yang sejalan dengan itu. Meski begitu, Muzaffar menyoroti krisis finansial Asia pada 1997 yang justru membuat perbankan syariah di Malaysia semakin melejit. Menurutnya, ketika sektor perbankan di banyak negara Asia mengalami kolaps, sektor perbankan syariah justru menunjukkan daya tahan. Terlebih lagi, saat itu tingkat suku bunga Malaysia langsung melejit sebagai respons bank sentral untuk menahan gejolak.
“Dengan adanya fixed rate konsumen menjadi lebih suka karena lebih aman dari gejolak,” ungkapnya.

Selain itu, Muzaffar mengatakan, dukungan dari Pemerintah Malaysia juga membuat industri keuangan syariah semakin bertumbuh. Dia mencontohkan, peran sukuk di pasar modal Malaysia berdampak positif terhadap perbankan syariah. Dengan adanya surat utang syariah baik yang diterbitkan pemerintah maupun korporasi swasta membuat ekosistem keuangan syariah di Malaysia semakin kuat dan dalam.
Berdasarkan data pada 2022, dikutip dari Statista, Malaysia memiliki porsi sebesar 21,6 persen dan menempati peringkat kedua dari total penerbitan sukuk negara di dunia. Posisi pertama dihuni oleh Arab Saudi dengan porsi sebesar 31,2 persen. Malaysia juga masih menjadi ujung tombak dalam pasar sukuk internasional dengan menguasai 40 persen market share outstanding sukuk global.