Sabtu 05 Oct 2024 01:04 WIB

Merek Bir hingga Wine Dapat Sertifikasi Halal, Indef: Dampak dari Sistem Self Declare

Perkembangan industri halal Indonesia masih tumbuh sektoral.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pengunjung melintas di dekat logo halal.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung melintas di dekat logo halal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Head of Center for Sharia Economic Development (CSED) Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Handi Risza menyampaikan viralnya produk dengan nama dan merek wine, beer, hingga tuak mendapatkan sertifikasi halal merupakan persoalan struktural yang terjadi dalam industri halal Indonesia. Handi menyebut kasus ini menjadi bukti belum adanya ekosistem industri halal yang terintegrasi di dalam negeri.

"Persoalan beer dan wine yang disertifikasi, itu karena terbukanya sistem self declare. Jadi ada persoalan dari sisi pendamping atau dianggap hanya formalitas saja, hingga tidak menggunakan pendamping hingga makanan dan minuman yang sebetulnya tidak berhak mendapat sertifikasi halal, tapi ternyata bisa dapat," ujar Handi dalam diskusi publik Indef bertajuk "Penguatan Ekosistem Halal untuk Masa Depan Ekonomi dan Keuangan Syariah" di Jakarta, Jumat (4/10/2024).

Baca Juga

Handi menyampaikan perkembangan industri halal Indonesia masih tumbuh sektoral dan belum terintegrasi menjadi satu-kesatuan. Handi mencontohkan industri keuangan, perbankan, dan keuangan nonbank yang belum terhubung dengan sektor industri halal lain.

"Rantai pasok halal juga belum terbentuk komprehensif seperti proses input, sampai proses akhir masih terpotong-potong, sektor di tengah dan di hulu belum punya skema-skema syariah," ucap Handi.

Handi miris melihat kenyataan ini. Alih-alih menjadi pemain atau produsen produk halal bagi kancah dunia, Indonesia justru menjadi target pasar yang besar bagi negara lain yang notabene penduduknya mayoritas nonmuslim seperti Brasil, Rusia, Australia, Amerika Serikat, dan Cina.

"Saat ini tingkat keinginan masyarakat untuk produk halal sudah semakin tinggi. Maka dari itu perlu dipupuk kepercayaan publik terhadap makanan halal, jangan sampai dicederai dengan sistem yang dimiliki saat ini," lanjut Handi.

Handi berharap pemerintah dapat memberikan dukungan nyata dalam membangun ekosistem industri halal yang terintegrasi. Handi menilai undang-undang nomor 59 tahun 2024 tentang RPJPN yang sudah memasukkan penguatan ekonomi syariah untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional merupakan langkah awal yang positif.

"Hanya tinggal memperkuat posisi ekosistem ekonomi syariah dengan mendorong regulasi payung (omnibus law) melalui undang-undang ekonomi syariah untuk percepatan ekonomi dan keuangan syariah," kata Handi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement