REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) akhirnya buka suara perihal proses due diligence (uji kelayakan) akuisisi Bank Muamalat Indonesia oleh Bank Tabungan Negara melalui Unit Usaha Syariahnya atau BTN Syariah. Anggota Badan Pelaksana BPKH Harry Alexander mengaku hingga kini uji kelayakan masih dalam pembahasan internal. Padahal, sebelumnya BTN menargetkan due diligence sudah rampung pada April ini.
"Kami juga masih dalam pembahasan, artinya kami mengikuti saja. Memang kemarin ada dinamika di DPR juga, seperti itu. Kami hanya mengikuti semua stakeholders," ujar Harry saat ditemui usai talkshow di acara Ngabers (Ngaji Bareng Imam Besar) di Masjid Istiqlal Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Dalam keterangan tertulisnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae memastikan belum ada bank syariah lain yang mengajukan untuk melakukan penggabungan atau merger, termasuk BTN Syariah dan Bank Muamalat Indonesia. Dian mengatakan, hingga kini tahapan-tahapan dalam rencana aksi merger tersebut masih berlangsung, OJK akan memproses perizinannya setelah diajukan kepada OJK.
“Berbagai tahapan tersebut tentunya memerlukan perencanaan dan diskusi yang mendalam di antara kedua belah pihak, sehingga diperlukan waktu yang cukup dalam setiap tahapannya,” kata Dian, Kamis (4/4/2024).
Dian mengatakan, bank-bank yang memenuhi syarat masih melakukan analisis internal dan skenario konsolidasi yang akan dilakukan. OJK mendukung konsolidasi di industri perbankan syariah sesuai dengan UU P2SK dan POJK Nomor 12 Tahun 2023 tentang UUS.
“OJK masih menggantungkan kepada proses merger secara sukarela, dan hanya akan menggunakan kewenangan yang diberikan oleh Pasal 68 Bab IV UU P2SK dan POJK UUS, apabila diperlukan,” ujar Dian.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN Nixon LP Napitupulu mengungkapkan, proses merger yang sedang dilakukan Unit Usaha Syariah (UUS) BTN atau BTN Syariah dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk akan rampung pada April ini. Ada empat hal yang diperhatikan dalam proses due diligence, yakni portofolio keuangan, segala perjanjian hukum, teknologi dan kesiapan sumber daya manusia.
BTN telah menunjuk sekuritas, kantor akuntan publik (KAP), dan firma hukum terbesar di Indonesia untuk melakukan due dilligence. Diharapkan proses aksi korporasi ini akan rampung pada Oktober 2025. Aksi korporasi ini harus dilakukan lantaran adanya persyaratan POJK Nomor 12 Tahun 2023 yang mewajibkan bank syariah harus spin off apabila jumlah asetnya telah mencapai Rp 50 triliun atau 50 persen dari total aset induk, dan harus diselesaikan selambat-lambatnya dua tahun.
Sepanjang 2023, BTN Syariah menorehkan kinerja yang gemilang dengan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 702,3 miliar. Jumlah tersebut melesat 110,5 persen dibandingkan perolehan laba bersih tahun sebelumnya sebesar Rp 333,6 miliar. Kinerja gemilang dari sisi penyaluran pembiayaan dan perolehan DPK tersebut, telah membuat posisi aset BTN syariah mengalami lonjakan sebesar 19,79 persen menjadi Rp 54,3 triliun pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 45,3 triliun.