REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muti Arintawati menyatakan bahwa uji laboratorium menjadi salah satu hal yang penting dalam mendukung proses pemeriksaan kehalalan sebuah produk.
Muti mengatakan ada tiga prinsip yang diterapkan dalam sertifikasi halal. Pertama, memastikan semua bahan yang digunakan dalam proses produksi adalah halal. Kedua, memastikan tidak terjadi kontaminasi bahan haram terhadap produk baik yang berasal dari peralatan produksi, pekerja, maupun lingkungan produksi, dan ketiga, memastikan proses produksi halal dapat berjalan berkesinambungan.
"Adapun produk yang perlu dilakukan uji laboratorium seperti produk asal hewan berpotensi tercemar babi, kandungan alkohol untuk produk tertentu, serta uji tembus air untuk produk seperti tinta pemilu dan kosmetika tertentu," kata Muti di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Selain uji laboratorium, Muti mengatakan banyak yang belum menyadari bahwa kewajiban sertifikasi halal tidak berhenti pada produk akhir makanan dan minuman. Seluruh produk dan jasa yang berkaitan erat dengan produk akhir makanan dan minuman juga wajib disertifikasi halal.
"Beberapa jasa yang berkaitan dengan sertifikasi halal makanan dan minuman adalah jasa penyembelihan, jasa logistik, dan jasa kemasan," katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rumah pemotongan hewan/unggas (RPH/U) yang masih aktif sebanyak 1.690 yang tersebar di 34 provinsi. Sementara data LPPOM MUI menyebutkan bahwa RPH/U yang sudah disertifikasi halal melalui LPH LPPOM MUI sebanyak 900 RPH/U. Adapun jasa logistik bersertifikat halal sebanyak 49 perusahaan, termasuk jasa distribusi dan jasa penyimpanan. Sementara jasa kemasan sebanyak 10 perusahaan.
Produk lainnya yang juga perlu disertifikasi halal adalah bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Salah satu contoh bahan tambahan pangan adalah flavour untuk memberikan rasa dan aroma yang menarik.
"Pada dasarnya produk ini termasuk dalam kategori produk kimia, tetapi karena menjadi salah satu bahan yang diperlukan dalam pembuatan produk makanan dan minuman, maka flavour menjadi produk yang wajib disertifikasi halal," kata Muti.
LPPOM MUI optimistis target wajib halal yang dicanangkan pemerintah pada Oktober 2024 untuk makanan dan minuman dapat terwujud bila terciptanya kerja sama yang baik antarpemangku kepentingan.
"LPPOM MUI terus melakukan berbagai upaya peningkatan layanan dan program demi mendorong terwujudnya cita-cita Indonesia sebagai pusat industri halal dunia dan menjaga kualitas sertifikasi halal produk," kata dia.