Ahad 24 Dec 2023 12:57 WIB

Perkuat Ekonomi Syariah, Pengamat: Butuh Konsistensi Bukan Sekedar Retorika

Seharusnya Indonesia bisa lebih dominan dari negara lain.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Logo halal terpasang pada salah satu produk.
Foto: Republika/Prayogi
Logo halal terpasang pada salah satu produk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi syariah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Azis Setiawan mengatakan, untuk mewujudkan kebijakan industrialisasi sektor halal dalam skala luas dan besar, Indonesia bisa memanfaatkan keunggulan sumber daya maritim, pertanian dan sumber daya alam (SDA) yang sudah dimiliki saat ini. Dengan keunggulan tersebut, seharusnya Indonesia bisa lebih dominan dari negara lain yang sumber dayanya lebih terbatas.

"Tapi ini butuh kebijakan industrialisasi yang sangat serius dan perlu konsistensi menjalankannya, bukan sekedar retorika semata," ujar Azis kepada Republika, Ahad (24/12/2023).

Baca Juga

Kunci penting untuk bisa berperan besar adalah Indonesia harus membenahi basis produksi halal. Menurutnya, dalam satu dekade terakhir Indonesia justru mengalami kemunduran di basis industri, seperti perusahaan garmen yang banyak terpukul dan ketergantungan impor makin meningkat bahkan untuk kebutuhan pangan.

"Kita mengalami deindustrialisasi, involusi pertanian dan sektor maritim yang potensial juga belum dioptimalkan," ucapnya.

Dalam pasar makanan halal, justru yang menjadi eksportir besar pada negara-negara kerja sama Islam (OKI) didominasi oleh Brasil, India, Amerika Serikat (AS), Rusia, Cina, Argentina, baru ke-7 ada Indonesia. Sedangkan untuk negara importir makanan halal OKI terbesar Indonesia berada peringkat ke-2 setelah Arab Saudi. 

Dengan demikian, Indonesia perlu serius membangun halal industrial park dengan membangun halal supply chain pada kawasan-kawasan ekonomi dengan jumlah yang banyak sesuai basis keunggulan. Artinya, produksi barang atau jasa harus dipastikan halal dari hulu ke hilir dengan mengoptimalkan sumber daya yang menjadi keunggulan wilayah Indonesia.

"Secara keseluruhan harus ada perbaikan agricultural supply chain, maritime supply chain, dan supply chain pada SDA sebagai rantai produksi halal kita dan diharapkan menjadi pusat pertumbuhan dan basis produksi baru. Perbaikan ekosistem dan industrialisasi sektor halal butuh kebijakan yang kuat bukan sekedar retorika dan pelaksanaan kebijakan yang juga konsisten," ujarnya.

Pada sektor keuangan syariah per Juli 2023, market share keuangan komersial syariah mencapai 10,89 persen dan perbankan syariah masih stagnan di angka 7,7 persen. "Maka visi untuk mejadikan Indonesia sebagai pusat keuangan syariah global dan dominan dalam rantai pasok halal global membutuhkan kebijakan yang lebih kuat untuk mengakselerasi keuangan syariah dan industri halal Indonesia sehingga bisa menarik benefitnya untuk perekonomian nasional, lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement