Jumat 01 Sep 2023 18:05 WIB

Apakah Indonesia Akan Ikuti Jejak Malaysia Luncurkan Bursa Karbon dengan Prinsip Syariah?

Rencananya, pajak karbon baru diterapkan pada 2025.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Pengunjung mengamati data saham melalui aplikasi IDX Mobile di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023). IHSG ditutup melemah 0,32% ke 6899,39 pada akhir perdagangan. IHSG sempat mencapai posisi tertinggi di 6.937,64 dan terendah di 6.898,38 sepanjang sesi. Sebanyak 219 saham ditutup di zona hijau, 308 saham melemah, dan 215 saham lainnya ditutup di posisi yang sama.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung mengamati data saham melalui aplikasi IDX Mobile di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023). IHSG ditutup melemah 0,32% ke 6899,39 pada akhir perdagangan. IHSG sempat mencapai posisi tertinggi di 6.937,64 dan terendah di 6.898,38 sepanjang sesi. Sebanyak 219 saham ditutup di zona hijau, 308 saham melemah, dan 215 saham lainnya ditutup di posisi yang sama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menjadi penyelenggara bursa karbon menyusul diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon. Lewat bursa karbon ini, diharapkan nantinya perusahaan-perusahaan peserta perdagangan karbon bisa mengumpulkan karbon kredit. Perusahaan ini akan dikenakan pajak karbon.

Rencananya, pajak karbon baru diterapkan pada 2025.

Lalu, apakah bisa Indonesia mengikuti jejak Bursa Malaysia yang meluncurkan Bursa Carbon Exchange (BCX) yang memperdagangkan kredit karbon sejalan dengan prinsip Islam atau syariah. Menangapi pertanyaan ini, Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI Irwan Abdalloh mengaku belum mau berkomentar banyak perihal hal tersebut.

"Terkait bursa karbon, saya belum bisa berani bilang apakah memungkinkan diterapkan prinsip-prinsip syariahnya, yang jelas, pada prinsipnya, semua bisa memenuhi prinsip syariah, sepanjang produk dan mekanisme transaksinya memenuhi prinsip syariah," ujarnya kepada Republika, Jumat (1/9/2023).

Sehingga, bila prinsip syariah diterapkan dalam bursa karbon, kemungkinan skema yang digunkan bisa bagian dari pembentukan produk. Selain itu juga bisa juga bagian dari mekanisme transaksinya yang harus memenuhi prinsip syariah.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Universitas Indonesia, Rahmatina Awaliah Kasri menilai akan sangat bagus jika mekanisme lelang untuk membentuk harga kredit karbon menggunakan prinsip syariah.

"Saya pikir bursa karbon juga bisa disyariahkan," ujarnya kepada Republika.

Diketahui, salah satu tantangan yang dihadapi para pelaku pasar karbon adalah sulitnya menavigasi standar yang berbeda. Selain itu, sangat sulit juga menemukan transparansi harga atau menentukan kredit karbon berkualitas tinggi.

Akibatnya, adanya pembatasan akses ke pembiayaan dan meningkatkan biaya verifikasi bagi pengembang proyek-proyek kecil.

Mirisnya, persoalan ini tentunya akan menghambat aliran modal dari para investor yang berkomitmen pada proyek rendah emisi. Oleh karenanya, industri keuangan syariah diharapkan dapat terintegrasi ke dalam pasar karbon, agar perdagangan bursa karbon tidak didominasi oleh elite dan korporasi yang melayani kepentingannya sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement