Rabu 15 Feb 2023 22:50 WIB

Pakar Keuangan Islam Global: Sudah Saatnya Bank Syariah Indonesia Merambah Infrastruktur

Investasi bank syariah di sektor infrastruktur masih di angka 2,4 persen.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan sambutan saat pembukaan BSI Global Islamic Finance Summit (GIFS) 2023 di Jakarta, Rabu (15/2/2023). Acara internasional summit keuangan syariah yang pertama kali digelar oleh bank syariah di Indonesia ini diharapkan memberikan kontribusi kemajuan keuangan syariah dalam pengembangan sektor riil di Indonesia.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan sambutan saat pembukaan BSI Global Islamic Finance Summit (GIFS) 2023 di Jakarta, Rabu (15/2/2023). Acara internasional summit keuangan syariah yang pertama kali digelar oleh bank syariah di Indonesia ini diharapkan memberikan kontribusi kemajuan keuangan syariah dalam pengembangan sektor riil di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor Hukum dan Keuangan Islam dari Durham University, Prof Habib Ahmed mengatakan, saat ini bank syariah perlu melakukan investasi di sektor infrastruktur untuk pembangunan ekonomi. Pasalnya, bank-bank syariah di Indonesia saat ini masih lebih banyak melakukan investasi di sektor pendidikan dan kesehatan ketimbang infrastruktur.

“Di Indonesia, investasi yang dilakukan bank syariah di sektor infrastruktur masih di angka 2,4 persen, sementara pendidikan dan kesehatan hampir dua kali lipatnya di angka 4,7 persen. Ini berbanding terbalik dengan negara-negara yang juga memiliki bank syariah di dunia,” kata dia di acara BSI Global Islamic Finance Summit 2023 (GIFS) yang digelar oleh BSI pada Rabu (15/2/2023).

Baca Juga

Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo atau yang akrab dipanggil Tiko, mengatakan, di Indonesia pembiayaan wholesale dengan skema syariah masih jarang ditemukan. Padahal skema ini sudah umum terjadi di negara-negara lainnya seperti di London Inggris, Dubai Uni Emirat Arab, dan Malaysia.

Menurut Tiko, saat ini BSI memiliki potensi yang besar untuk menggarap sisi wholesale karena pembiayaan tersebut membukukan nilai mencapai Rp 57,18 Triliun tumbuh 15,80 persen secara year on year. Pencapaian ini menjadikan wholesale sebagai segmen terbesar kedua setelah segmen konsumer. Ini menunjukkan bahwa BSI berada pada posisi yang baik untuk memanfaatkan potensi pertumbuhan sektor riil di Indonesia.

BSI saat ini, lanjutnya, mampu menjadi katalis pertumbuhan perbankan syariah yang lebih tinggi daripada perbankan nasional. Hal ini menjadikan diversifikasi bisnis syariah yang mendorong dari personal banking menuju kolaborasi perbankan wholesale-retail sebagai sumber pertumbuhan bisnis baru,” tutur Tiko.

Untuk merealisasikan potensi keuangan syariah secara maksimal dalam mendukung pengembangan sektor riil di Indonesia, lanjut Tiko, BSI harus terus fokus mengembangkan produk perbankan syariah yang inovatif dan kompetitif. Tentunya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan industri, serta tetap sesuai dengan prinsip syariah.

Kementerian BUMN berkomitmen mendorong pertumbuhan ekonomi syariah nasional dengan memperkuat dan memperluas ekonomi keuangan syariah. Optimalisasi seluruh potensi pengembangan bisnis syariah memerlukan inovasi dan transformasi model bisnis dan proses bisnis untuk memberikan daya tarik yang lebih tinggi kepada nasabah dan calon nasabah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement