REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan krusial. Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia (BI), Imam Hartono menjelaskan bahwa tiga pilar utama ekonomi syariah masih perlu diperkuat agar potensi besar ekonomi syariah dapat dioptimalkan.
Menurut Imam, pada pilar pertama yaitu pilar ekonomi, persoalan mendasar terletak pada integrasi rantai nilai halal (halal value chain/ HVC). Sektor-sektor unggulan halal value chain yang semestinya menjadi pendorong utama ekonomi belum terhubung secara kuat dari hulu ke hilir.
“Dari sisi hulu, bahan baku halal kita sebenarnya masih kurang. Misalnya gelatin, yang selalu menjadi sorotan dalam produk makanan halal. Ini membutuhkan dukungan besar dari kementerian dan lembaga terkait,” kata Imam di acara Training of Trainer (TOT) Ekonomi dan Keuangan Syariah bagi Jurnalis se-Jabodetabek Tahun 2025 yang diselenggarakan BI dan Forjukafi di Jakarta, Jumat (14/11/2025)
Imam juga menyoroti kapasitas pelaku usaha, khususnya UMKM, yang dinilai belum maksimal. Ia menyebut bahwa pelaku usaha syariah perlu diperkuat agar mampu bersaing dengan produk luar negeri. Ia mencontohkan bagaimana produk yang digunakan saat haji dan umrah justru didominasi produk dari Cina atau India.
“Seharusnya pelaku usaha kita bisa masuk ke pasar itu. Kapasitas dan akses pemasaran mereka (UMKM) harus ditingkatkan, dengan keberpihakan pemerintah,” ujarnya.
Menurutnya, dukungan tersebut penting untuk memperluas akses pasar, baik domestik maupun internasional.