Sabtu 18 Oct 2025 14:54 WIB

Serapan Dana Pemerintah di BSI Capai 90 Persen, Fokus Genjot Sektor Konsumer

Pihaknya menargetkan seluruh dana tersebut terserap maksimal.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Wakil Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Bob Tyasika Ananta.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Wakil Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Bob Tyasika Ananta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyerapan dana pemerintah di PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) hampir tuntas. Dari total alokasi sebesar Rp10 triliun yang ditempatkan pemerintah melalui skema penempatan dana Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), sekitar 85–90 persen telah terserap hingga pertengahan Oktober 2025.

Wakil Direktur Utama BSI Bob Tyaska Ananta menuturkan, pihaknya menargetkan seluruh dana tersebut terserap maksimal pada akhir bulan ini.

“Sekarang itu sudah sekitar di atas 85 persen. Jadi mungkin sampai akhir bulan ini itu akan sudah selesai. Kebetulan memang BSI mendapatkan alokasinya dari Rp200 triliun itu Rp10 triliun. Alhamdulillah kami on track dan insya Allah mungkin akan habis di akhir bulan ini,” ujarnya usai menghadiri acara ESG Now Awards 2025 yang diselenggarakan Republika di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Bob menjelaskan, program penempatan dana pemerintah turut membantu menjaga likuiditas perbankan di tengah meningkatnya permintaan pembiayaan. Meski demikian, ia menegaskan, mesin produksi pembiayaan BSI tetap berjalan stabil tanpa bergantung penuh pada dana tersebut.

“Poinnya adalah bagaimana kemudian pemerintah aja nanti kalau kita mengalokasikan. Alhamdulillah program itu juga membantu kami dari konteks likuiditas. Tetapi yang jelas mesin produksi kami untuk pembiayaan itu terus berjalan,” ucapnya.

Ia menyebut, sebagian besar portofolio pembiayaan BSI masih ditopang oleh sektor konsumer. Segmen ini dinilai paling kuat dalam menyerap pembiayaan di tengah pemulihan daya beli masyarakat.

“BSI ini kan memang portofolionya banyak di consumer banking. Jadi sebagian besar memang di area konsumer. Bukan berarti nggak ada UMKM, ada, tetapi konteks konsumer ini yang paling dominan,” kata Bob.

Menurutnya, fokus pada pembiayaan konsumer—termasuk produk gadai dan cicil emas—mampu menggerakkan ekonomi dari sisi permintaan. Kenaikan daya beli masyarakat, lanjutnya, akan mendorong aktivitas produksi dan memberikan efek berantai terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

“Poinnya adalah itu juga akan meningkatkan purchasing power atau demand dari masyarakat. Sehingga itu juga akan menggerakkan perekonomian karena kalau demand naik, produksinya kan perlu memenuhi kebutuhan tersebut. Jadi putaran ekonominya kami yakini berdampak positif untuk perubahan ekonomi,” ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah menempatkan dana sebesar Rp200 triliun di bank-bank Himbara untuk memperkuat likuiditas dan mendukung pembiayaan sektor produktif. Dari jumlah itu, BSI memperoleh porsi Rp10 triliun, sementara sisanya disalurkan ke Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN.

Kebijakan tersebut merupakan bagian dari langkah pemerintah menjaga keseimbangan fiskal serta mempercepat pertumbuhan ekonomi tanpa menambah beban anggaran. Dana ditempatkan dalam bentuk deposit on call dengan bunga lebih rendah dari pasar agar perbankan dapat menyalurkan pembiayaan lebih luas.

BSI menilai kebijakan ini sejalan dengan fokus perseroan dalam mendorong pertumbuhan pembiayaan syariah di sektor konsumtif dan produktif. Dengan serapan yang hampir maksimal, BSI optimistis pembiayaan berbasis likuiditas syariah dapat terus menopang pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement