Senin 26 May 2025 12:22 WIB

Aset Keuangan Syariah RI Tembus Rp 2.450 Triliun, tapi Baru 1,75 Persen dari Skala Global

Besarnya potensi keuangan syariah RI harus diimbangi penguatan sistem dan inklusi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Mochamad Agus Rofiudin, menyebut bahwa penerbitan Green Sukuk menjadi bukti nilai-nilai Islam dan keberlanjutan dapat berjalan beriringan.
Foto: Dok Republika
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Mochamad Agus Rofiudin, menyebut bahwa penerbitan Green Sukuk menjadi bukti nilai-nilai Islam dan keberlanjutan dapat berjalan beriringan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp 2.450 triliun atau setara 10,9 persen dari total aset industri keuangan nasional. Meski terus menunjukkan pertumbuhan, kontribusinya terhadap industri keuangan syariah global dinilai masih rendah.

“Global Islamic Finance Report 2023 mencatat Indonesia menduduki peringkat keempat dunia dari sisi Global Islamic Finance Index (GIFR), namun hanya menyumbang sekitar 1,75 persen dari aset keuangan syariah global,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Mochamad Agus Rofiudin, dalam forum Islamic Finance Dialogue yang diselenggarakan Republika, Senin (26/5/2025).

Baca Juga

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dipaparkan Agus, aset keuangan syariah dalam negeri masih didominasi oleh sektor perbankan yang menyumbang 68,52 persen. Sementara itu, industri keuangan nonbank syariah menyumbang 29,36 persen dan pasar modal syariah sebesar 2,12 persen.

Agus menekankan bahwa Indonesia memiliki tiga kekuatan utama dalam pengembangan ekonomi syariah. “Pertama, Indonesia memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, yaitu sekitar 241,7 juta jiwa atau 87 persen dari total populasi,” ujarnya.

“Kedua, perkembangan pesat sektor industri halal domestik yang menyumbang lebih dari 23 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Ketiga, Indonesia juga memiliki keunggulan dari sisi demografi, yaitu jumlah penduduk usia muda yang besar dan melek digital,” jelasnya.

Ia pun menyebut sejumlah tantangan yang masih membayangi, seperti rendahnya tingkat penetrasi dan inklusi keuangan syariah. Untuk itu, dibutuhkan strategi penguatan kerangka kebijakan, inovasi produk, peningkatan literasi, serta tata kelola industri yang lebih baik.

“Potensi yang sangat besar ini perlu diimbangi dengan penguatan di berbagai sisi untuk menjadikan sektor keuangan syariah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional,” ujar Agus.

Pemerintah, lanjutnya, terus berkomitmen mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah melalui sinergi antara Kementerian Keuangan, KNEKS, Bank Indonesia, serta pelaku industri dan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement