Ahad 27 Apr 2025 13:39 WIB

Sukuk, Alternatif Investasi Berbasis Aset Riil di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global

Sukuk semakin dilirik sebagai alternatif investasi yang lebih stabil.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi masyarakat membeli sukuk.
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi masyarakat membeli sukuk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang terus menguji ketahanan negara-negara besar, Indonesia menunjukkan potensi besar dalam pengembangan ekonomi syariah, terutama melalui sukuk. Sukuk, yang merupakan obligasi syariah berbasis aset riil, semakin dilirik sebagai alternatif investasi yang lebih stabil dibandingkan obligasi konvensional.

Penasihat Center of Sharia Economic Development (CSED) Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abdul Hakam Naja menjelaskan bahwa sukuk menawarkan keunggulan tersendiri karena memiliki underlying yang nyata. “Sukuk itu adalah obligasi syariah yang berbasis pada aset riil, seperti nilai manfaat aset dan proyek tertentu. Berbeda dengan obligasi konvensional yang tidak memiliki jaminan nyata,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk Dampak Perang Dagang Bagi Ekonomi dan Keuangan Syariah yang digelar daring, Jumat (25/4/2025).

Baca Juga

Abdul Hakam menambahkan, sukuk diharapkan menjadi solusi bagi investor yang ingin mencari instrumen investasi yang lebih aman di tengah ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh defisit besar yang dialami Amerika Serikat. Menurut data dari U.S. Trade Representative, pada tahun 2024 Amerika mengalami defisit perdagangan global sebesar 1,2 triliun dolar AS dengan defisit terbesar terjadi dengan China, serta defisit dengan Indonesia yang tercatat mencapai 17 miliar dolar AS.

“Amerika defisit 17 miliar dolar AS tahun kemarin 16 miliar dolar AS. Jadi memang itu yang terjadi. Jadi Amerika perlu melakukan upaya agar defisit ini teratasi, karena ada double defisit di Amerika,” jelasnya.

Lebih lanjut, Abdul Hakam menyoroti perkembangan ekonomi digital Indonesia, khususnya melalui kebijakan Pembayaran Nasional (GPN) dan Quick Response Indonesian Standard (QRIS).

“Amerika memberikan sorotan bahwa di dalam kebijakan BPN dan QRIS ini ada pembatasan untuk ekonomi masing-masing,” ujarnya.

Meskipun ada kekhawatiran dari pihak Amerika, dia menilai bahwa kebijakan ini memberi manfaat bagi ekonomi domestik Indonesia, dengan transaksi QRIS yang sudah mencapai lebih dari seribu triliun rupiah sejak diluncurkan pada 2020. Selain itu, Abdul Hakam juga menekankan pentingnya emas sebagai salah satu aset yang stabil dan aman di tengah ketidakpastian global.

“Emas ini sekarang jadi primadona dan ternyata betul. Emas Antam saya cek tadi Rp 1.986.000. Tapi barangnya tidak ada,” tuturnya.

Menurutnya, dengan berbasis pada aset nyata seperti emas, ekonomi syariah dapat menjadi solusi yang lebih aman dan stabil di masa depan. “Ekonomi syariah itu berbasis aset. Apalagi asetnya kalau kita mengambil aset emas itu aset yang lebih stabil dan aman,” tambah Abdul Hakam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement