REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan teknologi Google dan Meta untuk berhenti menayangkan iklan-iklan pinjaman online (pinjol) ilegal di platformnya. Meta merupakan perusahaan induk dari Instagram, Facebook, dan WhatsApp.
"Kami juga minta Google dan Meta agar mereka tidak menayangkan iklan pinjol ilegal di aplikasi-aplikasinya,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi usai acara Peluncuran Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Tahun 2023-2027 di Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Meski demikian, Kiki, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa upaya pihaknya dalam memberantas pinjol ilegal masih menemui banyak tantangan. Pasalnya apabila ada satu platform pinjol ilegal yang telah diblokir, pada saat yang bersamaan akan ada platform pinjol ilegal serupa yang bermunculan.
"Selama ini orang nanya, itu pinjol ilegal yang ditutup sudah 7.000, tapi kok buka lagi. Kami di Satgas kemudian (bekerja) extra mile tidak hanya menutup aplikasi, tetapi kami juga menutup rekening bank, nomor telepon, WA, dan lainnya," jelas Kiki.
Untuk itu, Kiki berharap dengan adanya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dapat menjadi landasan hukum yang jelas. Itu dapat membantu pihak otoritas dalam memberantas aktivitas keuangan ilegal.
Saat ini, OJK terus berupaya untuk memberantas pinjol ilegal melalui Satgas PASTI yang melakukan patroli siber. OJK juga berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).
"Undang-Undang P2SK ini berbeda, di sana sudah sangat jelas tertulis untuk siapa pun yang melakukan aktivitas pinjol ilegal itu ada sanksi pidananya sampai 12 tahun. Dendanya sampai Rp 1 triliun. Kami dan Kominfo lakukan cyberpatrol dan kami akan kejar pelakunya," ujarnya.