REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan masih ada sejumlah tantangan yang membuat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah memiliki gap cukup besar dengan konvensional.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan seluruh Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk musilim terbesar mempunyai potensi untuk menjadi contoh keunggulan dalam keuangan syariah.
"Ambisi ini sejalan dengan upaya berkelanjutan kami untuk mendorong ekosistem keuangan yang kuat dan terdiversifikasi yang sejalan dengan prinsip-prinsip syariah," kata Mirza dalam acara Ijtima Sanawi Dewan Pengawas Syariah, Jumat (13/10/2023).
Dalam perspektif yang lebih luas, Mirza mengungkapkan, keuangan syariah telah menunjukkan ketahanan dalam menghadapi krisis. Selain itu juga menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keuangan konvensional.
"Namun demikian, kami menyadari bahwa potensi besar ini masih harus dimanfaatkan secara optimal," tutur Mirza.
Dia menegaskan, saat ini OJK telah memiliki tujuan untuk memperkuat posisi keuangan syariah Indonesia dalam lingkup pembiayaan syariah global yang lebih luas. Hal tersebut menurutnya dapat menjawab peluang pertumbuhan besar yang ada di depan dan pentingnya memanfaatkan kekuatan kolektif kita untuk mencapai kehadiran internasional yang lebih menonjol.
Mirza memaparkan sejumlah tantangan dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Tantangan tersebut menyebabkan masih besarnya gap dengan industri keuangan konvensional,
Dia mengatakan, saat ini market share yang relatif masih rendah pada kisaran 11 persen. Selain itu, masih rendahnya literasi keuangan syariah yang berdampak pada terbatasnya laju inklusi keuangan syariah.
"Terbatasnya diferensiasi model bisnis ata produk keuangan syariah juga menjadi tantangan. Begitu juga dengan penggunaan teknologi informasi perlu ditingkatkan untuk, serta sumber daya manusia keuangan syariah yang belum optimal," jelas Mirza.