Kamis 16 Feb 2023 18:19 WIB

Banyak Masyarakat Gunakan Produk Keuangan Syariah Meski Tak Paham

Indeks literasi zakat dan wakaf jauh lebih tinggi.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Teller bank syariah sedang menghitung uang nasabah (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Teller bank syariah sedang menghitung uang nasabah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Menteri Keuangan Bidang Keuangan dan Keuangan Syariah Halim Alamsyah menyatakan, literasi keuangan syariah selalu lebih rendah dibandingkan indeks inklusi syariah. Hal itu, kata dia, menandakan banyak masyarakat Indonesia yang sudah menggunakan produk dan jasa keuangan syariah, namun tidak terlalu paham.

"Mungkin kalau ditanya, tidak begitu paham maksud dari produk-produk tersebut. Ini menjadi tantangan," ujarnya dalam webinar Memperkuat Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah yang digelar OJK Institute, Kamis (16/2/2023)

Baca Juga

Perlu diketahui, indeks literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia naik menjadi 9,14 persen pada 2022, sebelumnya pada 2019 hanya 8,93 persen. Lalu indeks inklusi keuangan syariah juga naik dari 9,10 persen pada 2019 menjadi 12,12 persen pada 2022.

Halim menuturkan, bicara soal ekonomi syariah tidak hanya terkait dengan industri jasa keuangan syariah. Menurutnya, ekonomi Islam atau ekonomi syariah bisa dibicarakan lebih luas lagi, yakni mengenai zakat dan wakaf.

Laporan Survey Literasi Wakaf dan Laporan Survey Literasi Zakat pada 2020, ujar dia, menunjukkan nilai tinggi. Skor Indeks Literasi Zakat (ILZ) nasional pada 2020 sebesar 66,78 persen, kemudian skor Indeks Literasi wakaf (ILW) pada tahun sama sebesar 50,48 persen

"Dari indeks literasi zakat, kita bisa memahami ternyata memang pemahaman dan pengetahuan masyarakat kita yang dikaitkan dengan zakat, infak, sedekah, dan wakaf tentu jauh lebih tinggi. Secara praktis artinya, dari 100 orang separuh lebih sedikit itu sudah paham dan bahkan mungkin sudah terlibat memberikan wakaf, demikian juga zakat," jelasnya.

Melihat indeks literasi dan inklusi keuangan syariah yang cukup rendah bahkan jauh di bawah ILZ dan ILW, Halim menilai, ada potensi lebih mendekati lagi masyarakat. Dengan begitu, pemahaman, pengetahuan, serta penggunaan jasa dan produk keuangan syariah dapat menjadi lebih intens.

"Ini menjadi salah satu tantangan yang barangkali bisa kita coba," ujar pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAIE) tersebut.

Dirinya melanjutkan, dalam konteks populasi Muslim di dunia, Indonesia merupakan negara yang terbesar, sehingga tidak mengherankan jika banyak yang mengatakan, potensi pengembangan ekonomi syariah di negeri ini sangat besar. Hanya saja, ia menegaskan pengembangan ekonomi syariah tidak bisa terjadi dengan sendirinya.

"Ini menjadi suatu kesempatan yang bisa kita manfaatkan dengan baik," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement