REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Syafaruddin Alwi
Ada diskusi menarik di antara para manajer perbankan sebagai peserta pelatihan manajemen bisnis perbankan di Bali pada pertengahan tahun 2016 lalu, dimana penulis bertindak sebagai trainer.
Ketika melakukan seleksi kepegawaian, apakah manajemen perbankan memberi bobot lebih besar pada soft competency test daripada hard skill based test mengingat banyaknya praktik fraud atau manipulasi dalam industri perbankan. Jawabannya memang beragam tergantung kebutuhan, strategi, dan human resource policy yang diterapkan oleh pihak manajemen perbankan.
Ketika masih mengajar di bidang manajemen keuangan sampai dengan akhir tahun 1990-an, penulis sering menjelaskan kepada para mahasiswa bahwa tujuan mendapatkan keuntungan yang maksimal oleh perusahaan akan tercapai jika di- back-up oleh jumlah modal tertentu yang cukup kuat. Modal dalam hal ini adalah nilai aset yang digunakan untuk menghasilkan nilai tambah yang disebut sebagai laba.
Dalam perspektif manajemen keuangan, hasil dari suatu investasi (return on investment) selalu dihitung dengan membandingkan besaran laba dengan modal atau aset yang digunakan.
Dalam perkembangan kemudian, secara tidak sadar formula ini mendorong pihak pengelola bisnis hanya berkutat pada upaya memperbesar nilai aset dan “melupakan” upaya membangun karakter orang-orang yang mengelola aset yang digunakan. Seberapa besar sumbangan kekuatan karakter atau soft competency yang dimiliki sumber daya manusia (SDM) kurang memperoleh sentuhan yang bermakna sampai munculnya konsep SDM sebagai human capital.
Konsep human capital dalam Islam adanya pengakuan bahwa setiap orang adalah pemimpin yang harus bertanggung jawab. Berbicara tentang manajerial itu berarti berkaitan dengan soft skills.
Tetapi dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, faktor hard skills menjadi penting. Itu artinya soft skills dan hard skills bukanlah hal yang perlu dipertentangkan tetapi perlu dikembangkan secara seimbang. Satu hal yang bisa mengkombinasikan kedua kelompok keahlian tersebut tanpa mempertentangkannya. Para ahli SDM sepakat bahwa SDM dalam perusahaan merupakan faktor terpenting dibandingkan dengan pentingnya faktor teknologi, sistem informasi, dan aset.
Sama seperti yang dikemukakan oleh Syed M Athar, tentang Islamic management yang mengakui faktor manusia merupakan sumber daya yang terpenting dan paling berharga. Muhammad A Al-Buraey, Director Center for Economics & Management Systems King Fahd University mengemukakan bahwa kepemimpinan akan efektif ketika seorang manajer memiliki karakter yang kuat, mampu menunjukkan jati diri sebagai role model, menjaga keseimbangan, dan memiliki integritas tinggi. Semua itu mendukung pengelolaan sumber-sumber daya organisasi yang efektif jika dilakukan berdasarkan pedoman Alquran dan sunnah.
Dalam perspektif manajemen Islam, employee value proposition diletakkan pada posisi sebagai agen perubahan yang didukung oleh spirit untuk melakukan perubahan dimulai dalam diri sendiri. Alquran telah dengan tegas menjelaskan: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS Ar Ra’du:11). Dalam konteks manajemen bisnis effort melakukan perubahan mencapai tujuan yang halal adalah kekuatan utama sukses bisnis.