Selasa 15 Jul 2014 21:18 WIB

Makanan Hambar

Tidak mengapa mencicipi makanan asal tidak masuk ke kerongkongan.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tidak mengapa mencicipi makanan asal tidak masuk ke kerongkongan.

Diasuh oleh Asrorun Ni'am Sholeh

Sekretaris Komisi Fatwa MUI

Assalamualaikum wr wb.

Pada bulan puasa kali ini, masakan istri saya kerap terasa hambar, tidak jelas antara manis, asam, atau asin. Setiap kali saya tanyakan mengapa bisa demikian, ia menjawab karena memasak tidak memakai mencicipi dulu rasanya. Ia takut puasanya batal kalau mencicipi makanan. Bagaimana hukumnya mencicipi masakan?

Simamora-Medan

Waalaikumussalam wr wb.

Salah satu hal yang membatalkan puasa, yakni memasukkan sesuatu ke lambung melalui lubang yang ada dalam tubuh kita. Baik melalui mulut maupun lainnya, baik berupa makanan maupun lainnya, baik ada manfaatnya maupun tidak.

Perlu ditekankan di sini, yang membatalkan puasa, yaitu masuknya sesuatu ke lambung. Sedangkan, kalau masih berada di dalam mulut, seperti berkumur misalnya, itu tidak membatalkan puasa. Dalam ilmu biologi, indra pengecap itu lidah yang berada di dalam mulut.

Dengan demikian, mencicipi makanan dan atau minuman pada saat masak, dengan meletakkan sedikit masakan di lidah untuk mengetahui rasanya saat sedang memasak dan tidak ditelan ke dalam perut, tidak membatalkan puasa.

Dalam atsar yang diriwayatkan Imam Bukhari secara mu’allaq dari Jabir dari Atha’, sahabat Abdullah Ibn Abbas, yang dikenal ahli fikih dan didoakan khusus oleh Nabi Muhammad, menyatakan, “Tidak mengapa mencicipi cuka atau lainnya selama tidak masuk ke kerongkongan, sedang dia berpuasa.”

Hal yang sama juga diriwayatkan Imam Ibn Abi Syaibah dan Imam al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra. Dengan menggunakan redaksi lain, juga diriwayatkan melalui jalur Syarik, dari Sulaiman, dari ‘Ikrimah, dari Ibn ‘Abbas beliau berkata, “Tidak mengapa orang yang berpuasa mencicipi madu, keju, dan sejenisnya lantas ia muntahkan.”

Semisal mencicipi makanan pada saat masak, mengunyahkan makanan untuk tujuan akan menyuapi anak misalnya, yang kemudian dikeluarkan dan disuapkan ke anak, sepanjang tidak sampai masuk ke perut, itu tidak membatalkan puasa.

Sekalipun tidak membatalkan puasa sebaiknya mencicipi makanan dilakukan seperlunya saja. Dan jika ada alternatif lain, sedapat mungkin hal itu dihindari untuk mencegah terjadinya hal yang membatalkan puasa.

Misalnya, dengan mencicipi, seseorang terdorong untuk memakannya yang kemudian menyebabkan batalnya puasa. Di antara caranya, jika ada keluarga yang sedang haid dan tidak puasa maka diminta untuk mencicipi.

Atau, jika ada anak kecil yang tidak berpuasa untuk mencicipi atau menggunakan takaran yang secara umum biasa digunakan untuk memasaknya. Mencicipi makanan tanpa tujuan yang dibenarkan meski tidak membatalkan puasa adalah terlarang dan harus dihindari. Wallahu a’lam bish shawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement