Sabtu 05 Jun 2010 00:33 WIB

Mohon Penjelasan tentang Akad Murabahah

Red: irf

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Lembaga kami bersepakat untuk bekerja sama dengan sebuah bank syariah dalam membiayai kebutuhan anggota. Disepakatilah kerjasama tersebut dengan akad murabahah dengan marjin tertentu selama 36 bulan. Yang kami pahami selanjutnya adalah bahwa kami akan mengangsur sebesar pokok ditambah marjin tiap bulannya secara flat. Tetapi nyatanya pihak bank menyodorkan daftar angsuran secara anuitas di mana pihak bank menarik keuntungan lebih besar di awal dibandingkan pokok. Padahal ketika kami menarik dari anggota, secara flat baik pokok maupun marjinnya. Tentunya kami mengalami defisit di bulan-bulan awal. Mohon penjelasannya.

Wassalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Andi Surya

Ciledug-Tangerang

Jawaban :

Waalaikumsalaam wr wb. Pak Andi yang dirahmati Allah SWT,

Secara umum, metode untuk menghitung harga jual dan angsuran dalam murabahah ada dua, yaitu sistem flat dan sistem annuitas/efektif. Ketua DSN MUI KH Ma'ruf Amin mengistilahkannya dengan mazhab flat dan mazhab efektif.

Dalam sistem flat, marjin dihitung berdasarkan plafon awal, yaitu prosentase keuntungan dikali nominal pencairan di awal. Pola angsuran yang menjadi kewajiban nasabah (marjin + pokok) besarnya sama setiap bulannya. Sedangkan pada metode annuitas, pola yang digunakan untuk menghitung marjin didasarkan pada outstanding (sisa pokok yang belum terbayarkan) bulan sebelumnya. Dalam pendekatan ini, pola angsuran yang dibentuk adalah porsi marjin lebih besar di awal periode dan porsi pokok akan lebih besar di akhir periode. Karena semakin banyak pokok yang terbayarkan maka akan semakin kecil pula porsi marjin pada bulan berjalan.

Secara syariah, yang terpenting dalam akad murabahah itu adalah kejelasan harga beli, harga jual, dan marjin profit. Sedangkan metode penghitungannya disesuaikan dengan pertimbangan kemaslahatan dan strategi bisnis dari bank syariah maupun nasabah pembiayaan. Saya melihat bahwa pada kedua metode tersebut (flat dan annuitas), harga jual dan marjin profit yang diambil telah dinyatakan secara jelas dan eksplisit. Biasanya, bank umum syariah termasuk UUS, menggunakan sistem annuitas, sedangkan sistem flat digunakan oleh bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).  

Pertimbangan BUS/UUS menggunakan sistem annuitas adalah karena tingkat bagi hasil nasabah deposito/tabungan juga menggunakan sistem annuitas. Jadi expected rate of return itu dinilai berdasarkan nominal pokok yang disimpan di bank syariah. Selain itu, keberadaan sistem annuitas akan menjaga mekanisme pengelolaan aset dan kewajiban bank syariah. Sementara sistem flat, meski itu sangat bagus, akan menyebabkan para deposan menderita di awal, karena tidak sesuai dengan perkiraan return yang akan didapatnya. Juga sistem flat cenderung membuat break even point menjadi lebih lama.

Persoalannya sekarang, seharusnya ada komunikasi yang jelas antara nasabah pembiayaan dengan pihak bank. Pada kasus Bapak, saya menduga telah terjadi miskomunikasi antara pihak bank syariah dengan Bapak. Kasus-kasus seperti ini sangat sering terjadi.

Ke depan, sebaiknya Bapak menanyakan secara lebih jelas dan detil mengenai pola dan mekanisme angsuran yang akan diambil. Jika pihak Bapak lebih prefer dengan sistem flat, maka bekerjasama dengan BPRS akan menjadi pilihan yang tepat apabila BUS/UUS tersebut menolak untuk menggunakan sistem flat. Atau sebaliknya, Bapak juga menerapkan sistem annuitas pada klien Bapak, sehingga beban defisit di periode awal tersebut dapat dieliminasi. Wallahu'alam.  

Irfan Syauqi Beik

Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement