Selasa 20 Apr 2010 04:11 WIB

Kejujuran atau Kecurangan yang Jadi Dasar

Red: irf

Assalamu'alaikum

Dasarnya bank dapat dikatakan syariah apa? Kecurangan atau kejujuran. Bila yang menjadi landasannya adalah kejujuran maka sistem kredit bank syariah sangat melecehkan para cendekiawan Muslim terdahulu dimulai dari Ibnu Khaldun yang meletakkan teori  harga pasar/harga keseimbangan. Juga harus diingat para cendeciawan Muslimlah yang pertama kali melakukan perhitungan dengan memakai angka nol (sifr), dan rumusan rumusan Aljabar untuk mencari nilai sesungguhnyam termasuk sin, cos, tag (mencari tinggi, jarak benda dari suatu sudut) dan persamaan kuardat (rumusan dasar dalam ilmu hitung keuangan, termasuk Anuitas dan sebagainya. Dan islam sudah mengenal sistem perbankan juga nilai konversi mata uang sudah sejak ratusan tahun yang lalu. Jadi, sebenarnya apa dasar suatu sistem ekonomi dapat dikatakan syariah? Kecurangan atau kejujuran.

Wassalamu'alaikum

Sutan Januarsyah, Jakarta

Jawaban :

Waalaikumsalaam wr wb. Pak Sutan yang berbahagia dan dilindungi Allah,

Tentu saja kejujuran merupakan hal yang sangat fundamental dalam ajaran Islam, termasuk di dalamnya adalah sistem ekonomi syariah. Kejujuran akan melahirkan perilaku amanah, dan amanah akan mengundang rezeki. Sebaliknya, ketidakjujuran akan melahirkan perilaku khianat, dan khianat akan mengundang kemiskinan (al-hadits). Terkait dengan sistem pembiayaan bank syariah, kita juga harus berusaha melihat secara jernih kondisi yang terjadi, sebelum sampai pada kesimpulan "melecehkan" atau "tidak melecehkan" karya sarjana muslim terdahulu, maupun 'jujur' atau 'curang'.

Pada dasarnya, bank syariah yang ada saat ini mengadopsi sistem bank komersial, dan bukan bank investasi, di mana bank syariah bertindak sebagai pengelola nasabah Dana Pihak Ketiga (DPK), yaitu para penabung, untuk disalurkan kepada nasabah pembiayaan. Sebagai commercial bank, bank syariah harus mengamankan dana nasabah DPK dan memberi bagi hasil setiap bulannya. Sehingga, kebijakan pembiayaan di bank syariah harus memperhitungkan komponen biaya bagi hasil bulanan nasabah DPK, cadangan sesuai ketentuan Bank Indonesia 1 persen, biaya overhead, dan tingkat keuntungan antara 2 persen hingga 3 persen. Karena kebijakan tersebut beberapa pihak menganggap bank syariah kurang adil karena menuntut adanya pembayaran bagi hasil atau marjin setiap bulannya.

Sementara di sisi lain, pembiayaan yang diberikan kecenderungannya adalah bersifat jangka panjang, padahal dananya bersumber dari nasabah DPK, baik dalam bentuk deposito tabungan dan giro yang likuiditasnya kebanyakan bersifat jangka pendek. Disinilah letak persoalannya, karena ada mismatch disitu. Strategi yang dilaksanakan bank syariah adalah meminta marjin setiap bulan ke nasabah pembiayaan karena basis pembagian bagi hasil ke nasabah DPK adalah bulanan. Nanti akad-akadnya disesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Contohnya dengan memakai murabahah (jual beli disertai marjin tambahan) dan ijarah (sewa). Sementara musyarakah dan mudarabah biasanya digunakan untuk bisnis nasabah yang sudah mapan ataupun yang sudah mulai menghasilkan keuntungan dan akan tumbuh.

Dengan begitu, nasabah yang sudah menarik dananya dari suatu bank syariah tentunya akan mendapatkan bagi hasil juga. Hal lain adalah, nasabah DPK di bank syariah, terutama pemilik dana-dana besar itu sensitif terhadap tingkat bagi hasil, sehingga harus mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif. Di bank konvensional, biasanya mereka menggunakan produk derivatif (yang tidak sesuai syariah) di pasar keuangan untuk membayar bunga nasabah DPK (padahal produk derivatif inilah sumber utama terjadinya krisis global saat ini). Sementara bank syariah hanya mengandalkan pembiayaan dan pendapatan jasa. Jadi cenderung lebih mahal, apalagi untuk bank syariah baru yang biaya overhead-nya masih tinggi.

Namun demikian, kita tidak boleh berputus asa. Yang terpenting adalah apa yang bisa kita lakukan untuk mendukung bank syariah. Riset Beik dan Arsyianti (2006), yang mengambil studi kasus Malaysia, menunjukkan bahwa persoalan mahalnya bank syariah dapat diatasi jika umat Islam memperbesar volume tabungan mereka di bank syariah. Artinya, sambil terus kita perbaiki kinerja bank syariah, kita pun harus pro aktif mendukung keberadaannya. Wallahu'alam.

Wassalaamualaikum wr wb

Irfan Syauqi Beik

Program Studi Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement