REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kinerja ekspor produk halal Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan setelah pemerintah berhasil mengintegrasikan data lintas kementerian dan lembaga. Direktur Industri Produk Halal Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Putu Rahwidhiyasa mengungkapkan, nilai ekspor produk halal Indonesia saat ini telah menembus angka 51 miliar dolar AS.
“Dulu nilainya hanya 15 miliar dolar AS Sekarang sudah 51 miliar dolar AS, ini hasil integrasi data yang kita lakukan dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertanian,” kata Putu di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Ia menjelaskan, angka tersebut merupakan nilai ekspor dari produk-produk yang telah diklasifikasikan sebagai halal, termasuk makanan dan minuman, fesyen, serta farmasi dan kosmetik. Kenaikan signifikan ini mencerminkan hasil dari upaya koordinasi lintas sektor untuk memperbaiki data dan klasifikasi produk halal secara nasional.
Putu menekankan, besarnya nilai ekspor belum sejalan dengan pengakuan global atas kehalalan produk Indonesia. “Mungkin sudah halal secara produksi, tapi belum semuanya punya sertifikasi halal,” ujarnya.
KNEKS saat ini mendorong penguatan ekosistem industri halal, termasuk melalui peningkatan kapasitas pelaku usaha, terutama UMKM, dalam memperoleh sertifikasi halal serta memanfaatkan peluang ekspor ke pasar global.
Dalam jangka panjang, pemerintah menargetkan Indonesia dapat menjadi pusat industri halal dunia, tidak hanya dari sisi produksi, tetapi juga branding dan inovasi.
Putu mengatakan, sertifikasi halal menjadi elemen krusial dalam meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global. Pasalnya, banyak produk asal Indonesia yang sebenarnya telah halal secara proses produksi, namun belum memiliki pengakuan formal melalui sertifikasi.
Putu mengatakan, salah satu tantangan utama saat ini adalah mendorong pelaku usaha, khususnya UMKM, untuk segera mengakses dan menyelesaikan proses sertifikasi halal.
“Ketika produk kita masuk ke negara lain, yang dilihat itu bukan hanya produknya, tapi juga sertifikasinya. Kalau belum bersertifikat, bisa tidak dianggap halal, meskipun prosesnya sebenarnya sudah sesuai,” ujar Putu.