REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, Muhammadiyah belum mengajukan izin pendirian bank umum syariah (BUS) baru. Permohonan yang diterima regulator saat ini hanya sebatas perubahan kegiatan usaha bank pembiayaan rakyat (BPR) milik Persyarikatan menjadi bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).
"OJK telah menerima permohonan perubahan kegiatan usaha BPR milik Muhammadiyah menjadi BPR Syariah (bukan pendirian bank baru)," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KE PBKN) OJK, Dian Ediana Rae, dalam jawaban tertulis Konferensi Pers RDKB Maret 2025, Senin (28/4/2025).
Dian menjelaskan, saat ini proses konversi masih berjalan. OJK sedang berkoordinasi dengan pemilik dan direksi BPR Muhammadiyah untuk melengkapi seluruh dokumen persyaratan. Regulator juga meminta Muhammadiyah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, mulai dari jajaran direksi, komisaris, dewan pengawas syariah, hingga pegawai operasional.
"OJK telah berkoordinasi dengan Pemilik dan Direksi BPR dimaksud untuk melengkapi seluruh dokumen yang dibutuhkan untuk proses konversi dimaksud serta meminta BPR mempersiapkan SDM yang dibutuhkan baik untuk beroperasi sebagai BPRS baik di level Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, hingga pegawai operasional," ujarnya.
Adapun, fokus Muhammadiyah untuk saat ini memang bukan mendirikan bank umum baru, melainkan memperkuat sekitar 20 BPRS yang sudah dimiliki. Pada akhir tahun lalu, Ketua PP Muhammadiyah Buya Anwar Abbas menegaskan Persyarikatan lebih memilih membenahi BPRS yang ada ketimbang terburu-buru mendirikan BUS.
"Kami berupaya membenahi BPRS yang ada agar bisa berkembang menjadi bank umum syariah," ujar Buya Anwar Abbas.
Buya Anwar menilai, sejumlah BPRS Muhammadiyah masih membutuhkan perbaikan untuk berfungsi optimal dan bersinergi. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat posisi Muhammadiyah di sektor perbankan syariah sekaligus meningkatkan layanan kepada masyarakat.
Dengan memperkuat fondasi dari unit BPRS, Muhammadiyah ingin berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan industri keuangan syariah. "Kami ingin berkontribusi secara signifikan dalam pengembangan perbankan syariah, baik dari sisi layanan maupun edukasi kepada masyarakat," ujarnya.
Selain itu, Muhammadiyah juga mendorong terciptanya kompetisi sehat di industri perbankan syariah. Buya Anwar memperingatkan, dominasi satu bank berpotensi menimbulkan praktik monopoli yang merugikan konsumen.
“Kami ingin semua bank syariah berkontribusi secara maksimal sehingga nasabah memiliki lebih banyak pilihan dan harga yang kompetitif," tegasnya.
Sebelumnya, Muhammadiyah mengambil langkah konsolidasi dengan menarik dana amal usaha Muhammadiyah (AUM) dari Bank Syariah Indonesia (BSI). Dana tersebut dialihkan ke sejumlah bank syariah lain, seperti Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, dan Bank Muamalat. Instruksi tersebut dituangkan dalam Memo Muhammadiyah bernomor 320/1.0/A/2024 tentang Konsolidasi Dana tertanggal 30 Mei 2024.