REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya pembangunan ekosistem emas yang solid dan terintegrasi agar potensi emas nasional benar-benar optimal. Dikenal sebagai instrumen lindung nilai di tengah gejolak ekonomi, peran emas dinilai belum maksimal tanpa dukungan sistem yang efisien dan kredibel.
“Emas dikenal sebagai safe haven, aset lindung nilai yang banyak digunakan dalam situasi ketidakpastian ekonomi. Namun, lebih dari itu, emas juga memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional,” ujar Plt. Kepala Departemen OJK Institut Anung Herlianto dalam Webinar OJK Institute bertajuk Meneropong Masa Depan Pasar Emas Indonesia, Peran Strategis Bullion Bank, Kamis (17/4/2025).
Indonesia saat ini merupakan produsen emas terbesar ke-10 dunia dengan potensi produksi 160 ton per tahun dan kepemilikan masyarakat diperkirakan mencapai 1.800 ton. Namun, ekosistem emas dinilai masih terfragmentasi dan belum efisien. Bullion Bank disebut menjadi solusi penting untuk membangun pasar yang likuid dan terintegrasi secara global.
Pemerintah telah meresmikan kegiatan usaha bullion pada Februari 2025 melalui Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Langkah ini didukung oleh landasan hukum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta diperkuat dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 17 Tahun 2024. Usaha ini diproyeksikan mampu memberikan nilai tambah hingga Rp50 triliun per tahun dan membuka sekitar 1,8 juta lapangan kerja bagi masyarakat. Meski begitu, Anung mengingatkan, kesuksesan Bullion Bank sangat bergantung pada kekuatan ekosistem, mulai dari regulasi, infrastruktur pasar, hingga literasi keuangan.
“Tanpa dukungan ekosistem yang solid dan terintegrasi, pengembangan Bullion Bank berisiko terhambat oleh keterbatasan struktur maupun rendahnya tingkat kepercayaan publik,” tegasnya.
Beberapa tantangan utama yang diidentifikasi antara lain perlunya penguatan regulasi lanjutan, pembangunan infrastruktur pasar yang kredibel dan efisien, serta peningkatan literasi keuangan masyarakat.
“Tidak hanya sebagai instrumen pengelolaan aset emas dalam negeri, tetapi juga sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif, berkelanjutan, dan kompetitif di tingkat global,” kata Anung.