Rabu 10 May 2023 15:58 WIB

UUS OCBC NISP Syariah Ungkap Tantangan Bila Harus Spin Off

SDM keuangan syariah dinilai masih sangat terbatas.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Kepala Unit Usaha Syariah (UUS) OCBC NISP Syariah, Mahendra Koesumawardhana dalam Acara Chit-Chat Media with OCBC NISP Syariah di Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Kepala Unit Usaha Syariah (UUS) OCBC NISP Syariah, Mahendra Koesumawardhana dalam Acara Chit-Chat Media with OCBC NISP Syariah di Jakarta, Rabu (10/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sebenarnya penggodokan Peraturan OJK (POJK) terkait spin off Unit Usaha Syariah (UUS) sudah rampung. Drafnya pun sudah dibahas saat rapat dewan komisioner (RDK) OJK.

Namun, sesuai dengan amanat UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK, POJK UUS tersebut harus dikonsultasikan dengan Komisi XI DPR RI. OJK akan berkonsultasi dengan Komisi XI DPR RI sebelum POJK itu disahkan. 

Baca Juga

Menanggapi hal ini, Kepala Unit Usaha Syariah (UUS) OCBC NISP Syariah, Mahendra Koesumawardhana mengungkapkan sejumlah tantangan yang harus dihadapi bila OCBC NISP Syariah melakukan spin off.

"Jadi baik di industri keuangan maupun non-keuangan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi sebuah tantangan bagi kita. Dimana, memang sebagai insani di keuangan syariah ini masih sangat terbatas," ujarnya di Jakarta, Rabu (10/5/2023).

Ia menekankan, dalam peningkatan inklusi industri keuangan syariah membutuhkan  dukungan dan keberpihakan dari pemerintah untuk perbankan, pasar modal dan aspek industri keuangan syariah lainnya. Perihal layanan perbankan syariah di dalam koridor halal pun menurutnya masih memerlukan banyak pembaharuan.

"Kalau saya bilang persiapan industri kalau nanti harus pisah (spin off), kami memerlukan support pemerintah untuk melindungi baby (UUS), karena kita berbicara fakta di mana industri keuangan menjadi sebuah industri yang sistemik kalau ada apa-apa bahaya," ungkapnya.

Namun, ia tetap meyakini dengan adanya UU P2SK merupakan langkah awal dari pemerintah dan pembuat kebijakan yang memang mengatur keuangan syariah. Karena secara umum regulator tersebut mengatur tentang penguatan dari keuangan itu sendiri.

"Itu adalah step awal untuk melindungi baby (UUS) ini apabila nanti memang dijadikan untuk pemisahan," tuturnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, apapun kebijakannya nanti merupakan ikhtiar terbaik yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan industri keuangan syariah dalam negeri. Karena, semuanya tentu akan kembali lagi pada  potensi market share yang ada.

"Bagi saya, baik UUS ataupun BUS (Bank Umum Syariah) spiritnya sama karena hendak membantu market leader kita yakni Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk meningkatkan market share syariah di Indonesia," kata Mahendra.

Mahendra kembali menekankan, pihaknya mendukung regulasi yang berlaku guna mendukung potensi Indonesia yang besar untuk menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka di dunia.

"Apapun undang-undang yang berlaku di negara ini OCBC akan mengadopsinya atau mematuhi aturan tersebut baik spin off itu menjadi sebuah keharusan atau menjadi sebuah opsi Memang kami saat ini menunggu aturan dari OJK yang Insya Allah keluar pada bulan Juli ini," ujar Mahendra.

Saat penggodokan, sambung Mahendra, pihaknya juga ikut dimintai pendapat melalui asosiasi perbankan. Sejumlah usulan dari beberapa masalah yang kerap dihadapi oleh UUS pun sudah disampaikan. Namun, Mahendra tidak merincikan secara detil apa saja yang menjadi permasalahannya.

Sebelumnya ketentuan terkait spin off diatur dalam Pasal 68 ayat 1 UU Perbankan Syariah. Pada pasal yang lama ini, UUS wajib spin-off ketika asetnya mencapai 50 persen atau lebih dari total asset induknya dan/atau 15 tahun setelah berlakunya regulasi tersebut, tepatnya pada pertengahan 2023. Dengan berlakunya POJK yang baru ini, UUS hanya wajib spin-off apabila memenuhi persyaratan dari OJK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement