REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- State of Global Islamic and Economic Report (SGIE) 2021/2022 menyampaikan, kontribusi sektor makanan halal global pada 2021 mencapai 1,2 triliun dolar AS dan diperkirakan pada 2025 tumbuh 7,1 persen menjadi 1,6 triliun dolar AS. Pada laporan tersebut juga menyebutkan Indonesia menduduki peringkat kedua pada sektor halal food setelah Malaysia .
Sebagaimana komitmen pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia, maka sertifikasi halal menjadi mutlak diperlukan mengingat peluang terhadap kesadaran akan halal food yang semakin meningkat.
Terlebih sejak pandemi Covid-19, kesadaran untuk mengonsumsi makanan halal tidak hanya terjadi dikalangan Muslim, melainkan dikalangan non-Muslim dengan menjadikan makanan halal sebagai alternatif healthy food seperti cruelty free, vegan dan organik.
Dalam UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, pemerintah mewajibkan seluruh produk makanan/minuman yang beredar, bersertifikasi halal atau mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya.
Salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia mengakselerasi implementasi UU JPH tersebut melalui kerjasama dengan BPJPH, Asosiasi, Perguruan Tinggi dan lembaga terkait. Seperti penguatan infrastruktur ekosistem halal, SDM halal maupun peningkatan program edukasi dan literasi halal awareness serta gaya hidup halal (halal lifestyle) bagi masyarakat.
Sejalan dengan arahan Wakil Presiden RI MAruf Amin untuk meningkatkan angka indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah menjadi 50 persen dalam 2 (dua) tahun ke depan, di mana indeks literasi ekonomi syariah yang dikeluarkan Bank Indonesia tahun 2022 masih 23,3 persen, sehingga diperlukan upaya bersama berbagai pihak yang diharapkan dapat meningkatkan literasi ekonomi syariah dan gaya hidup halal masyarakat serta dapat mendorong pertumbuhan sektor halal food terhadap pertumbuhan ekonomi syariah baik di level nasional maupun global.