REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menilai larangan impor baju bekas atau thrifting atas dasar kemaslahatan yang lebih besar. Direktur Infrastruktur Ekosistem KNEKS, Sutan Emir Hidayat mengatakan terlebih dalam proses impor baju bekas ditemukan adanya penyalahgunaan.
"Kami juga membaca ada sebagian thrifting yang disumbangkan oleh orang sebagai donasi tapi disalahgunakan untuk dikomersialkan," kata Emir dalam dalam konferensi video National Halal Fair 2023, Senin (21/3/2023).
Emir menilai hal tersebut tidak tepat sasaran jika dikomersialkan dalam jual beli pakaian bekas. Dia menuturkan, hal tersebut tidak sesuai syariah karena bertujuan untuk donasi namun disalahgunakan. Selain itu, Emir menilai dengan maraknya impor pakaian bekas juga berpotensi mematikan kreativitas ekonomi nasional dan para UMKM.
"Ini kan UMKM punya produk malah kebanjiran produk bekas bermerek dari luar negeri dengan harga miring. Tentu ini secara umum tidak baik untuk perekonomian nasional," jelas Emir.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas. Larangan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengusulkan larangan thrifting karena dinilai merusak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal dan dapat merusak industri garmen dalam negeri.